Dilema part 1
Sejujurnya aku selalu bingung ketika mengungkapkan sesuatu. Bingung harus mengatakan seperti apa. Pada akhirnya aku justru hanya berbicara ala kadarnya, bukan mengungkapkan apa yang aku rasakan. Pun itu pada diri sendiri, bukan hanya terhadap orang lain.
Aku selalu dilanda rasa takut. Ya, aku namakan semua yg aku rasakan itu adalah rasa takut. Karena aku tidak tau apa yang sebenarnya terjadi pada diriku.
Kadang aku menganalisa bahwa aku dilanda kesepian, ya meskipun aku dikelilingi banyak teman yang rela membagi waktunya untukku, akan tetapi aku tidak merasa nyaman untuk bercerita dengan mereka. Entahlah selalu ada perasaan bingung, takut, dan tidak nyaman. Jadi, aku memutuskan untuk tidak mengatakan apapun.
Minggu malam kemarin maag-ku kambuh. Beberapa hari sebelumnya juga begitu, tapi aku tidak meminum obat dan sembuhnya hilang selang beberapa jam. Tapi malam itu, aku putuskan untuk membeli promag di warung dekat kost karena tidak ingin berlama-lama sakit dan esoknya ada asistensi praktikum. Alhasil dengan rasa perih diperut, aku tetap beli karena stok habis dan aku sudah lama tidak meminumnya. Sayangnya rasa sakit itu tidak kunjung hilang hingga menjelang pagi. Aku sampai tidur-bangun-tidur lagi karena itu. Tugas yang harusnya kukerjakan malam itu pun tak pelak kutunda (lagi). Sekitar pukul 5 akupun menelpon Sari karena dia memiliki maag dan sekaligus menjadi teman se-asistensi juga. Akupun diberikan pengarahan olehnya, dan dia menggantikan aku juga sebagai asisten kelompok yang aku pegang pada hari itu. Selain itu, aku turut memberitahukan kabarku pada teman-teman dekatku. Tak lama kemudian, Laras datang ke kost membawakan sarapan, susu dan juga biskuit serta mengajakku ke klinik. Alhamdulillah, menjelang maghrib sakitku sembuh. Namun, aku baru tau keesokan harinya bahwa efek samping obat-obat yang aku minum adalah diare. Alhasil, seharian aku bolak-balik toilet dan otomatis selama 2 hari (Senin & Selasa) aku tidak mengerjakan apapun terlebih untuk ke kampus. Akupun sampai harus membatalkan acara foto dengan mereka (teman-temanku). Sore harinya, keadaan cukup membaik, dan ketika aku tidur ada yang menggebrak pintu kamar. Jreng, itu Miru beserta rombongan yang terdiri atas Laras, Sari, Kania dan Veni membawa roti dan madu menjengukku. Kaget campur haru aku melihat kedatangan nereka. Tak enak, karena mereka sebenarnya sudah menggunakan dresscode untuk foto, akupun memutuskan untuk tetap foto di hari itu karena merasa sudah baikan, meski tanpa mandi (😂). Pulangnya, mulas itu muncul kembali. Sampai hari ini pun, meski aku kuliah masih diare meski tidak setiap waktu.
Terkadang aku juga menganalisa mungkin ini adalah gejala homesick, mengingat aku belum pulang ke rumah sejak Juli lalu. Hari ini pun, rencana pulang karena pernikahan sepupu pun aku batalkan. Bingung aku mengatakan alasan ke bapak. Mamang ku sudah mengirimkan ongkos untuk pulang rabu kemarin, tapi sudah hampir habis kugunakan. Bapak kira aku ada kegiatan, padahal ongkosnya tak cukup untuk pulang. Tapi ya sudahlah, tak akan kubalas sms ini, kalau aku bilang ongkosnya habis aku takut akan menangis. Kalaupun dibalas karena ada kegiatan, nanti aku malah berbohong. Meski sejujurnya aku sangat-sangat ingin pulang. Entahlah
Aku selalu merasa ingin ditelpon oleh Bapak. Ingin ditanyai kabar, ingin ditanya kesusahanku bagaimana disini, ingin ditanya bagaimana perasaanku saat ini. Aku selalu kalut ketika dihadapkan dengan teman-temanku, aku selalu merasa rendah, aku bukan apa-apa dibanding mereka, aku malu draftku belum selesai sampai sekarang. Aku ingin cerita, tak apa Bapak atau Mamah memang tidak bisa menyelesaikan masalahku ini, setidaknya aku bisa bercerita mengeluarkan rasa takut dan tangis yang terpendam. Tapi, ya bagaimana lagi, aku juga tidak menanyakan kabar mereka mesti ingin, aku entahlah selalu merasa takut untuk itu.
~to be co
Comments
Post a Comment