Is There a True Love? : Rangkuman kisah tentang cinta

IS THERE A TRUE LOVE?
By : Nadiana

Sedari kecil, aku sering membaca majalah bobo. Banyak cerita-cerita menarik yang sering aku baca. Kisah-kisahnya sebenarnya sederhana, tapi hal yang menarik adalah, bagaimana cara si penulis dalam menggambarkan cerita sederhana itu menjadi cerita yang menarik untuk dibaca.
Kesenangan membaca buku itu muncul hingga aku sering membeli buku-buku berisi kisah-kisah, kumpulan cerpen, novel, hingga dongeng yang sering ada dijual di mamang-mamang yang jualan didepan sekolah dasar. Entah kenapa setiap cerita yang aku baca, selalu menyadarkan ku akan satu amanah dari semua cerita-cerita tersebut. Seperti kita tahu semua bahwa setiap cerita memiliki kisahnya tersendiri, namun setiap aku membaca, aku selalu sampai pada satu kesimpulan, bahwa semua cerita berdasarkan pada satu intisari, yakni cinta.
Namun, pernahkah kalian berpikir apakah cinta sejati itu benar-benar ada?
Sampai sekarang aku selalu berpikir seperti itu. Akankah kehidupan seperti di novel-novel itu akan kita alami? Setiap kali aku berpikir aku menyukai seseorang, namun ketika orang itu tak terlihat lagi dan aku menemukan sosok yang baru, aku menyukai orang baru tersebut. Aku selalu merasa hidupku seperti novel teenlit yang bagian penghujungnya selalu  menggantung.
Aku tahu, ini tak ada hubungannya. Sejujurnya aku tak pandai untuk bercerita. Aku tak pandai untuk menuliskan mengenai hidupku. Tapi, biarlah aku menceritakan kisah cinta ini, dengan kata-kata sekenanya.
Dimulai dari masa dimana aku pindah ke rumah orangtuaku. Jangan heran, karena semenjak aku bayi hingga berumur sekitar 4 tahun, aku diasuh oleh nenekku dari keluarga mamah. Aku tidak ingat betul apa yang terjadi, tapi pikiran semu itu mengingatkanku pada kilasan-kilasan kejadian.
Aku kecil merasa malu. Bukan, bukan hanya malu, tapi sangat malu. Betapa tidak, mamah tiba-tiba mengatakan pada seluruh tetangga kalau aku menyukai Kak Anggi. Iya, tetanggaku yang rumahnya hanya terhalang satu rumah dari rumahku. Padahal aku yakin benar kalau aku hanya cerita pada Mila dan Pila- teman baikku, tetanggaku meskipun mereka setahun lebih muda dariku. Dibenakku Kak Anggi itu merupakan sosok yang benar-benar sempurna, seperti di tv-tv. Dia tinggi, apalagi dia sudah masuk SMP favorit disana. Tapi, ketika mamah menceritakan itu semua, terlebih Kak Anggi yang baru pulang sekolah mendengarnya dan hanya menahan tawanya sambil berlalu masuk kedalam rumah.
Dan begitu aku pindah, ketika memasuki semester 3 di sekolah dasar, aku pun melupakan sosok Kak Anggi itu. Bahkan, sekarang aku tak tau bagaimana rupa wajahnya. Herannya, seingatku dulu Kak Anggi sosok yang subur-tidak gendut, tapi ya bongsor mungkin ya sebutannya, kenapa ya aku bisa suka dengan sosok itu. Hmm..
Beralih ke masa-masa sekolah dasar. Aku pindah ketika mamah sudah melahirkan adik semata wayangku. Kami pindah kekota dimana keluarga mamah tinggal. Hal itu disebabkan karena pabrik tempat mamah dan bekerja bangkrut hingga mereka harus di-PHK. Kehidupan kami pun sampai sekarang masih berada disana. Bapak dengan kerjaan yang awalnya sebagai pencatat mobil yang keluar –masuk mengirimkan produk di sebuah pabrik di kota itu, hingga saat ini bekerja untuk isi ulang air minum dengan mobil tanki-nya.
Semester ganjil, kelas 2 SD. Desember 2003. Dua orang anak laki-laki tiba-tiba menghampiri meja ku dengan Lia-teman semejaku. Kedua anak itu menghampiriku dan mengucapkan selamat padaku atas peringkat 3 yang aku dapatkan. Mereka adalah ketua kelas dan si peringkat 2. Hal itu mereka lakukan kembali saat berada ditahun berikutnya disemester genap, dengan tujuan sama tapi alasan yang berbeda, atas peringkatku yang meningkatnya menjadi peringkat 1. Sampai suatu saat di kelas 4, kelas dimana kami pertama kali diajarkan mengenai pelajaran IPA. Saat itu belajar mengenai listrik. Mereka berdua menghampiriku dan mengatakan bahwa mereka minta izin untuk masuk kekelompok ku – bersama Lia dan Imas. Aku pun tak masalah dan  mengizinkannya. Entah kenapa dari sana mereka selalu mendatangiku dan ujung-nujungnya kami berada dalam kelompok yang sama. Terakhir, di penghujung sekolah dasar di kelas 6, di saat akan latihan menari bersama dengan lagu “Burung Kutilang” di rumah nenek ku, entah kenapa di sepanjang perjalanan salah satu dari mereka menanyakan kalau dia cukup tampan dan apa aku menyukainya. Perasaan anak kecil seperti aku pun langsung ilfeel dibuatnya.
Lanjut ke masa-masa SMP, dimana aku pertama kali menaiki kendaraan umum-selain ojek.
Kala itu, pertama kalinya aku menginjakkan kakiku di sekolah yang akan ku duduki selama 3 tahun ke depan. Hari itu adalah hari dmana aku mendaftarkan namaku bersama teman-temanku. Beberapa dari temanku ternyata ada yang sudah mengenal beberapa orang dari mereka yang akan menjadi teman seangkatan kami. Di saat menunggu pendaftaran kami bermain-main di halamannya. Tiba-tiba ada seorang anak laki-laki yang lebih tinggi dari ku menghampiri dan datang untuk mengatakan bahwa aku cantik. Aku bingung. Speechless dibuatnya. Pikiran ku mengatakan bahwa aku tidak mau pacaran. Lagipula tampangnya itu membuatku ilfeel padanya. Hingga akhirnya kami dipertemukan dalam kelas yang sama saat kelas 3. Dan aku tetap merasa ilfeel padanya karena merasa dia masih tetap menyukaiku.
Mengingat ini, aku jadi lega, setidaknya ternyata ada yang pernah menyukaiku. Benar kan? Haha.
Tapi bukan itu yang menjadi pokoknya. Aku merasa pertama kali merasakan menyukai seseorang dengan sebenar-benarnya (baca : memikirkannya) ketika aku berada di jenjang menengah pertama ini.
Serangkaian kejadian membuatku harus mengikuti ekstrakurikuler teater. Aku pun mengambil bidang seni tari tradisional rampak bedug dan seni music dan ambil bagian menjadi pemain music di angkatanku. Aku, si pemain gong. Disini, aku mulai lebih berinteraksi dengan banyak orang. Termasuk lebih banyak mengenal orang-orang dilingkungan sekolah, termasuk para kakak-kakak kelas ataupunyang sudah menjadi alumni yang sering dibicarakan oleh teman-teman ku. Dari sana, aku mengenal sosok itu. Sosok Kak Yusa. Dia berada dua tahun diatasku, sosoknyapintar, wajahnya teduh dan selalu membuatku ingin melihatnya setiap hari. Kala aku memenangkan juara olimpiade biologi tingkat kabupaten dan Kak Yusa sudah luulus, guru-guru menyanjungku dan mengingatkan mereka pada Yusa yang juga satu-satunya dari sekolah kami yang pernah memenangkan juara olimpiade namun di bidang yang berbeda (fisika atau matematika, lupa). Pikiranku mengatakan bahwa kami merupakan sosok sempurna jika bersama. Terlebih, ketika lulus secara tidak sengaja aku dan Kak Yusa menjadi ratu dan raja ketika hari perpisahan kelulusan sekolah-ditahun kelulusan kami masing-masing.
Ketika Kak Yusa sudah menjadi alumni, aku masih terkadang melihatnya. Setiap pagi, di jalan menuju sekolah kami selalu berpapasan dari kendaraan masing-masing(karena arah SMP dan SMA berbeda, sedangkan rumah Kak Yusa searah dengan SMP dan aku dari arah SMA). Kala itu, aku senang sekali melihat wajahnya. Aku selalu memperhatikannya. Kala Kak Yusa datang menengok teaterdan sekedar bercengkrama dengan guru Pembina ekskulnya, lalu melihat kami latihan. Rasanya sungguh tak dapat tergambarkan. Bagaimana didepannya aku selalu malu untuk melihat wajahnya secara langsung, tapi ketika menjah aku selalu ingin melihat wajahnya dari dekat. Oh iya, Kak Yusa juga merupakan mantan ketua pramuka putra di angkatannya. Dan di pramuka, aku menjadi wakil ketua pramuka putri. Pikiran-pikiran itu membuat aku merasa kalau aku sangat cocok dengannya.
Hingga tiba di masa SMA dimana aku memasuki SMA yang sma dengan Kak Yusa. Bukan, bukan karena sosoknya kok alas an ku memasuki SMA itu. Pikiranku tidak sependek itu. Hanya kebetulan saja.
Alasannya, ya aku merasa itu SMA yang cukup bergengsi di kota ku. Terlebih, bibi dan sepupuku juga alumni SMA sana. So that’s why aku mendaftar disana.
Kilasan-kilasan kala SMA pun kini terlintas.
Sangat kebetulan sekali, aku dan Kak Yusa berada dikelas yang bersebelahan. XII IPA 1 – X-1. Sempurna. Saat ini taka da yang mengetahui bahwa aku kagum pada sosoknya. Karena mdi masa-masa itu facebook dan twitter sedang menjadi trend di kalangan anak muda, aku pun membuat akun dan mencari-cari akun Kak Yusa, bahkan blog yang Kak Yusa tulis-yang kemudian aku ketahui ahwa Kak Yusa dulu juga berada di kelas X-1. Sesuatu yang saat ini orang-orang sebut stalk. Yes, I’m his stalker.
Pernah, suat ketika aku kesiangan, dan saaangat kebetulan sekali kak Yusa juga kesiangan. Tanpa dia sadari –kalau aku sih sadar, kami berjalan seiringan. Aku berada didepan dan Kak Yusa di belakang. Rasanya deg-degan sekali. Aku takut kak Yusa berpikiran macam-macam denganku. Berpikiran aku cantiklah, aku gendut, mungkin Kak Yusa juga mempertanyakan wajah ku dari ekat seperti apa dan namaku siapa. Yah, kini aku menyadari ternyata aku narsis juga. Pokoknya saat itu aku sangat nervous sekali bahkan tidak memikirkan kelas matematiku yang pagi itu telat ku masuki.
Pernah suatu ketika aku akan les, dan sambil menunggu makan siang yang aku beli di warung sebrang sekolah, aku pun menunggu sosok Kak Yusa pulang dengan sepeda motornya yang biasa. Setiap wajah yang meneduhkan itu lewat, aku selalu merasa angin menerpa wajahku. Melihat wajahnya yang penuh dengan cahaya. Dan tanpa sadar ku berpikir seperti di novel-novel yang aku baca. Angin menerpa wajahku, kak Yusa lewat dan tak sengaja melihat wajahku. Adegan itu berlangsung secara slowmotion.
Perasaanku yang menyukai Kak Yusa pun tak selamanya aku pendam. Hal itu terjadi di masa dimana ada seorang kakak kelas yang tiba-tiba mengechatku di-fb. Saat itu masa-masa tahun baru. Kakak itu baru saja menyelesaikan studi tournya. Dia berada satu tingkat di atasku. Aku yang tidak tahu wajahnya dan sifatnya, dan mungkin karena sifat remajaku, akhirnya aku hanya mengiyakan saja chat dengannya. Padahal itu hanya terjadi semalam, dan Cuma beberapa chat saja-tidak sampai semalaman, tapi pengaruhnya sangat besar sekali.
Masa dimana libur semester ganjil telah usai, dan aku harus kembali ke kelas. Tiba-tiba seorang teman kelas ku-yang kemudian ku ketahui bahwa rumahnya bertetangga dengan kakak kelas yang mengechatku, mengejekku kalau ada orang yang suka denganku dan orangnya berada di depan kelas tengah menatap kedalam kelas. Tiba-tiba aku merasa ilfeel dengan orang itu. Padahal aku tidak kenal dengan orangnya. Anak-anak yang lain pun mulai mengejekku dan aku merasa takut dengan kakak itu. Keesokan harinya, pagi hari di lobby sekolah disaat aku memasuki sekolah, tanpa sengaja-atau dia memang sengaja karena seingatku saat itu dia tidak memakai tasnya, tiba-tiba sosok kakak itu mucul didepanku dan tersenyum sambil menunjukkan gigi-giginya yang mungkin rapih-aku tidak memperhatikan, aku yang speechless langsujah kaget dan langsung jalan terus pergi menghindari dirinya. Aku tidak ingat waktu itu aku sempat tersenyum atau hanya kaget saja, atau senyum sedikit sambil memasang wajah kaget dan ketakutan.
Entahlah, padahal aku tidak ingin lagi mengingat kejadian itu. Pokoknya gara-gara kakak itu, aku harus menceritakan kepada teman-temanku kalau aku menyukai Kak Yusa yang berada di kelas sebelah. Aku menyebut kakak itu di buku diaryku, Kakak Kelas Sebelah.
Masa-masa menyukai kak Yusa tak selamanya berlangsung. Meski pernah beberapa kali-sepertinya hanya sekali, aku memimpikan Kak Yusa yang mengnakan pakaian putih-putih (sebenarnya semua orang dimimpi itu menggunakan pakaian putih-putih) tersenyum dengan sangat bersinar. Aku hanya mengingat ilasan itu.
Tunggu sebelum melanjutkan ke kisah yang lain. Aku mengingat kilasan lagi dengan Kak Yusa.
 Kala itu masa dimana perlombaan olahraga di sekolah dimulai. Setelah mengemukakan yel-yel kelas masing-masing, semua orang duduk tidak lagi dibarisan yang sama untuk setiap kelas. Hari itu salah satu perlombaan dimulai. Aku duduk berada di pojok lapangan dekat gazebo. Tanpa sengaja, ketika aku menatap lurus ke depan, aku melihat sosok Kak Yusa yang sedang berbincang dengan kawan di sebelahnya. Mereka berdua duduk tepat di sebrangku, duduk didekat rerumputan. Tanpa seorangpun yang menghalangi pemandanganku. Entah kenapa aku merasa saat itu adalah pemandangan yang sempurna sekali untukku.
Oke. Mari kita lanjut ke kisah berikutnya.
Menginjakkan kaki di tahun kedua SMA. Aku memasuki kelas XII IPA 4. Sekolahku tidak membagi kelas berdasarkan peringkat ya, jadi tolong jangan judge aku- tapi ketika memasuki kelas 1 ada yang bilang itu berdasarkan nilai, tapi aku berpikiran bahwa itu berdasarkan urutan pendaftaran. Entahlah. Tak banyak aku mengenal orang baru di kelas. Karena kebanyakan dari mereka juga berasal dari kelas X-1. Kelas itu merupakan kelas terbanyak diantara empat kelas IPA lainnya, yakni 44 sampai akku lulus (sebelumnya hanya ada 41-kalau ga salah, lalu di pertengahan semester ada yang pindah kekelas ini).
Apa yah yang istimewa?
Oke, ingatanku beralih pada waktu dimana kelas Bahasa Indonesia oleh Pak Yuyu. Pertama kalinya untuk presentasi didepan kelas Bahasa Indonesia. Saat itu seorang anak laki-laki berperawakan tinggi maju dan mempresentasikan tugas dengan berbicara sambil banyak mengedip. Bagiku itu terasa aneh dan aku pun dalam hati tertawa-entahlah wajahku waktu itu menertawakannya atau tidak, yang pasti aku mengatakan bahwa itu lucu pada teman semejaku, Yuni. Kala itu, aku ingat betul Yuni mengatakan jangan menertawakannya, “… kalau sampai suka awas lho..”. tapi aku tidak mengindahkan perkataan Yuni.
Setelah kuingat, harusnya aku tidak berpikiran demikian, mungkin saja anak itu hanya nervous untuk pertamakalinya presentasi di depan kelas. Aku merasa bahwa aku jahat sekali. Kejam. Mungkin anak itu melihatku menertawakannya –karena aku berada di meja paling depan. Jahat sekali akuuu…
Mulai sekarang mari kita panggil anak itu dengan sebutan Mr.K.
Hari-hari berlalu. Sampai masa dimana ada pelajaran kewarganegaraan. Saat itu adalah ujian harian. Mr.K tidak mengikuti ujian itu padahal dia masuk, tapi dia memilih keluar kelas ketika ujian berlangsung. Beberapa saat kemudian aku baru tahu kalau dia merasa sakit kepala, tidak enak badan dan mengatakan pada guru kalau dia tidak bisa mengikuti ujian di hari itu. Pada jam istirahat aju hanya melihatya duduk dipinggir kelas bersama teman dekatnya. Aku merasa bahwa aku mengkhawatirkannya. Entahlah . aku ingat hari itu adalah Sabtu.
Lanjut di akhir semester, di waktu pengambilan raport tiba. Mr.X tidak datang dan tetangganya yang seorang tentara yang datang, mmengatakan pada guru dengan alas an dia tidak datang karena sudah harus pulang ke luar kota. Aku heran sekaligus tidak suka mendengarnya. Kenapa ya? Aku juga tidak tahu. Aku hanya berpikir padahal dia bisa pulang ketika sudah mengambil raport. Orang tuanya kan bisa melihatnya, dan mungkin akan bangga padanya karena dia mendapat 3 peringkat teratas di kelas.
Di semester yang baru, kelas kami pindah di lantai 2. Hari itu, aku menunggu waktu hingga jam les tiba (pkl 14.00). biasanya aku menunggu sambil makan siang di sebrang sekolah dengan teman-teman lesku dari kelas lain. Tapi, mereka ada tugas yang harus dikerjakan terlebih dahulu di kelasnya masing-masing. Aku yang tidak tahu harus kemana khirnya kembali ke kelasku. Tanpa sengaja, aku melihat Mr.X mengambil sampah-sampah di sepanjang jalan menuju kelas (tepatnya di tangga). Dia hanya sendiri ternyata di kelas usai piket mengepel kelas. Aku sempat berpapasan sekali dan akhirnya tidak jadi ke kelas. Mungkin dia juga tengah menunggu jadwal lesnya. Kami tidak berada di satu tempat les kok. Serius. Aku tidak jadi masuk kelas, karena merasa tidak boleh berada di satu kelas yang sama. Takut fitnah. Hehe. Padahal, mungkin saja di kelas ada anak yang lain, ya, karena aku tidak sampai ke depan kelasnya.
Pokoknya saat itu aku jadi kagum, karena dia cinta akan kebersihan (mungkin, atau karena dia piket?). karena aku juga tidak suka kalau melihat adaorang lain di sekolah yang buang sampah sembarangan, apalagi sekolah sudah adiwiyata mandiri. Aku juga terkadang (atau sering?) membuang sampah yang kulihat di depan mataku. Aku lupa itu ajaran siapa. Entahlah, pokoknya karena itu ditambah karena biasanya anak-anak laki-laki tidak suka piket, aku jadi kagum padanya.
Masa-masa tahun terakhir di SMA pun hadir. Tak banyak yang ku ingat. Ini semua sekedar kilasan semata.
Ketika tugas bahasa Indonesia untuk meresensi buku kumpulan cerpen secara kelompok. Aku dan kelompok ku sudah mengerjakannya, entah karena alas an apa Mr.X belum memiliki kelompok dan belum mengerjakan tugasnya juga, di ameminta salh satu dari teman ku agar dia masuk ke kelompok kami. Aku sangat jelas menolaknya. Aku mengatakan pada kelompok ku harusnya dari awal kalau mau gabung, aku tidak terima kalau dia hanya ambil bagian print saja karena selama prosesnya kita susah payah yang mengerjakan. Hal itu sangat disetujui oleh temanku, Melyda. Padahal niat sebenarnya karena aku ingin agar dia bisa dan mengerti tugasnya, memahami dalam meresensi, tidak hanya seenaknya saja tiba-tiba langsung tampil untuk presentasi. Pokoknya, aku inginnya agar dia bisa. Oleh karena itu, aku bersedia meminjamkan buku kumpulan cerpenku padanya. Meski agak sebal juga, karena dia meminjam ketika mendekati waktu tugas selesai. Terlebih, ketika dia mengembalikan bukuku dalam keadaan yang berbeda dari sebelumnya. Ada satu halaman yang sobek di tengah bagian bawah. Aku yang memang sangat sayang dengan buku ku sangat tidak suka akan hal itu, dan aku jadi tidak menyukai dia karena itu. Aku memang tidak mengatakan kepadanya. Tapi aku benci sekali. Dia tidak mengtakan maaf padaku karena itu. Seballll.
Mengingat ini aku jadi mengingat bagian kisah yang mirip seperti ini. Saat itu mendekati ujian akhir semester. Aku lupa ini di kelas 2 atau 3. Ada tugas Bahasa Arab yang harus dikumpulkan. Tugasnya mengerjakan soal-soal yang diminta guru dalam buku paket. Aku pun sudah menyelesaikannya. Banyak anak yang belum mengerjakan tugasnya. Dia pun meminta agar aku meinjamkan buku paketku yang sudah selesai diisi. Karena Yuni sudah meminjamkan bukunya pada yang lain, aku pun bersedia meminjamkan bukuku padanya. Tapi apa yang terjadi di akhir? Aku kaget melihat buku ku-setelah dia mengembalikannya, sudah memiliki tambahan warna di depannya. Aku jelas kaget. Aku makin tidak suka dia mengingat hal ini.
Pernah suatu ketika. Ketika dia dipilih sebagai ketua kelas menggantikan km yang lama-tidak heran, kelas kami satu-satunya yang mengadakan pergantian ketua kelas hingga 3 kali sampai mejelang kami lulus dan dia merupakan km ke-2. Dia meminta teman baikku, yang juga berada dalam satu lesan bersama ku, untuk melakukan suatu tugas, aku lupa itu apa, berkaitan dengan tugas kumpulan cerpen yang anak-anak kelas buat untuk tugas bahasa Indonesia, pokoknya itu sangat menyusahkan temanku. Aku jelas sebal dengan dia. Aku tahu itu sebenarnya tugas ketua kelas, bahkan guru memang menugaskan ketua kelas untuk mengurus itu, dia malah melimpahkannya pada temanku, terlebih itu teman baikku. Aku dengar alasannya karena dia sibuk dengan les-aku lupa mendengar alas an itu darimana. Lah, aku juga les, teman baikku bahkan satu les denganku, aku jelas tahu kesibukan kami seperti apa. Aku sebal sekali dengan dia. Terlebih aku mendengar dia berkata kepada temanku terkesan seperti menyuruh, tidak ada kata-kata minta tolongnya. Hih, aku tidak suka dengan orang itu. Pokoknya kau sangat menyangkal kalau aku menyukai dia.
Kemudian kilasan ingatanku beralih pada masa dimana aku hendak keluar kelas-entah mau kemana, tak sengaja aku berpapasan dengan Mr.K itu yang hendak menuju ruang kelas. Bahkan hampir bertabrakan tepat di pintu. Kala itu, tidak ada yang melihat-mungkin, karena seingatku kelas memang kosong. Aku bergerak kea rah kiri, diapun sama. Aku canggung disitu. Tapi tidak berlangsung lama, karena kami yang kaget refleks sama-sama mengatakan maaf. Dari situ aku juga tidak ingat bagaimana perasaanku, yang pasti aku merasa kaget dan canggung hampir bertabrakan. Oh iya, aku ingat dulu aku mendramatisir kejadian itu dipikirankubahwa itu adalah sebuah takdir. Konyol sekali, tapi lucu juga.
Ingatanku beralih ke masa dimana perlombaan olahraga tahunan sekolah. Hari itu pertandingan sepakbola. Usai pertandingan, para anak laki-laki pun kehausan meminta minum. Kebetulan sekali aku membawa botol air minum, padahal aku berharap botolku diminum oleh dia, tapi nyatanya tiba-tiba ada yang langsung menyambar botol minumku padahal aku baru mengeluarkannya dan belum mengatakan apapun. Tidak, anak itu, tidak menjadi pemeran utama dalam cerita ini.
Beralih ke masa dimana presentasi dance. Aku, entah kenapa mlah memperhatikan Mr.K. padahal aku sudah mewanti-wanti diriku agar tidak terlihat jelas oleh yang lain, tapi ada satu orang teman yang memergokiku. Dia mengatakan “eh, lihatin Mr.K ya.. cie suka ya?” deuh aku menjawab tidak untuk pertanyaan itu. Aku malu sekali, sangat kentara ya memangnya?
Oh iya, beralih ke waktu dimana kami berada di laboratorium, di waktu pelajaran Kimia. Guru tengah menjelaskan mengenai bab redoks-sepertinya. Di praktikum kimia, sangat kebetulan sekali aku ditakdirkan sekelompk dengan dia, antara senang dan tidak senang. Pada waktu itu, kami sekelas tidak duduk dalam kelompok, untungnya. Kala itu, mejanya memang berkelompok. Aku berada di kumpulan meja kedua di sebelah kiri papan tulis. Di meja depanku, duduklah mr. K. kedua teman di samping Mr.K tiba-tiba mengajak ngobrolaku dari kejauhan. Padahal aku sangat tidak suka mengobrol didalam kelas, terlebih ketika jam belajar tiba. Inti dari obrolan itu, yang tidak secara langsung, tapi dari jarak jauh, ada kesannnya bisik-bisik dan ada isyarat-isyaratnya, yaitu mereka menanyakan kalau apa aku suka dengan Mr.K, dia belum punya pacar kok bilang aja suka, kayaknya Mr.K juga suka kok sama kamu. Aku mengatakn tidak, dan minta mereka memperhatikan guru. Dari situ sebenarnya aku merasa apa benar dia memang tidak punya pacar, apa memang dia menyukaiku juga, tapi aku langsung menepis semua pertanyaan itu. Terlebih beberapa hari setelah itu, aku mendengar tidak sengaja, tepatnya mencuri dengar, kalau dia memiliki pacar yang satu kota dengannya, berbeda SMA dan terlebih mereka kini masuk di universitas dengan jurusan yang sama, katanya.
Entahlah.
Terlebih nilai UN kimia dia lebih tinggi dari ku. Meski soal itu memang sangaaaaat susah. Aku tidak suka.
Sama-sama berada deprogram stuid yang sama meski universitas berbeda sekarang membuat aku beranggapan ini memang takdir. Takdir kami masing-masing. Hehe.
Kilasan-kilasan ingatan itu.
Membuatku bertanya, apa benar ada cinta sejati?
Seperti di film-film. Di buku dongeng-dongeng itu.
Atau mungkin ini sekedar kisah cerita teenlit. Seperti yang ada di ftv-ftv?
Berada di bangku perkuliahan, membuatku banyak berpikir mengenai tugas, masa-masa bimbingan tahun pertama di universitas itu. Hal itu tidak membuatku banyak memikirkan mengenai cinta lag, pacaran lah seperti kebanyakan remaja lainnya. Lagian aku memang tidak mempunyai niat untuk berpacaran.
Tapi aku tidak memungkiri di masa-masa ini ada waktu dimana aku rasa aku menyukai seeorang.
Pernah suatu ketika, aku merasa bahwa aku menyukai kita namakan saja dia Mr.M. Dia teman seangkatanku. Menurutku dia romantic. Diingatkan suatu waktu usai kegiatan dikampus, aku diantar oleh dia. Kala itu hujan tiba dan kebetulan dia membawa dua jas hujan. Aku pun pulang bersama dia dengan motornya. Romantisnya itu dimana dia tidak membuatku harus berjalan bersama dengannya untuk menuju motor (mungkin karena hujan juga sebenarnya), tapi dia menuju motor lalu kembali ke lobby dengan motornya untuk menjemputku. Aku merasa itu seperti di drama-drama, seorang pria mengantar wanitanya dengan mobil, kemudian membuka pintu untuknya. Bagiku, itu mirip seperti itu.
 Ketika maba, aku ingat aku juga pernah diantar pulang olehnya. Waktu itu, ketika masanya mabim, kami memang sering pulang larut malam dan biasanya mahasiswa perempuan diantar oleh teman-teman anak laki-laki yang searah kosannya. Tidak berdua memang, bersama yang lain juga. Tapi, seingatku, ada waktu dimana memang kami benar-benar berdua. Awalnya rombongan, tapi kemudian, karena kosanku paling jauh diantar kami maaka dia mengantarku sampai depan kosan. Aku berada di depan dan dia dibelakang (atau sebaliknya ya, aku lupa). Aku sebenarnya tidak enak, karena meski searah, tapi arah kosan kami sebenarnya tidak benar-benar searah, karena sebelum sampai di kosanku, untuk pergi ke kosan dia ada persimpangan yang harus dilalui. Pokoknya aku sangat tidak enak padanya, apalagi kala itu belum boleh membawa kendaraan, jadi kami berjalan kaki. Dan aku baru tahu belakangan ini bahwa kosannya sangat jauh dari persimpangan itu, meski aku tidak tahu kosan sebenarnya.
Lain waktu, ketika aku sekelompok dengan dia. Ada perasaan deg-degan gimanaa gitu untuk berhadapan dengan dia, memang kami tidak bnar-bnar berdua saja dalam kelompok itu.
Pernah suatu hari, aku curhat sambil merekam dengan ponsel. Dan tidak sengaja rekamannya terkirim ke grup kelas kami. Aku malu. Ingin left rasanya. Untuk itu bukan di grup chat angkatan. Pokoknya semenjak saat itu, aku mulai menjaga jarak dengannya. Terlebih beberapa saat kemudian, aku merasa dan mendengar bahwa dia menyukai seseorang diantar teman dekatku dan mereka agaknya dijodoh-jodohkan. Entahlah, aku bingung menceritakannya. Pokoknya setelah itu, aku menutup lembaran kisah baru ku tentang dia. Nothing special again dalam setiap cerita keseharianku.
Oh iya, satu juga yang mendasari aku pernah menyukai Mr.M ini karena kota asal dia. Seperti benang merah, aku piker, aka takdir. Jadi, ketika SMA diperayaan dies sekolah mengadakan festival dimana setiap kelas mewakili suatu kota. Lalu, aku dan melyda kala itu kebagian menjahit beberapa gantungan dari flannel. Sebenarnya dia yang menjahit, aku hanya membuat pola. Kami juga berinisiatif membuat pola nama kota tersebut sebagai hiasan stand kelas. Dan sesuai kesepakatan aku dan melyda, akulah yang menyimpan nama kota itu sampai sekarang.
Next, kita beralih ke orang lain.
Suatu ketika, aku menjadi fasilitator untuk suatu urusan dikampus. Kumpulan fasilitator dari fakultasku pun bergabung dan berkumpul untuk suatu hal. Aku malas mengetik lebih rincinya. Pokoknya, salah seorang yang kami tunjuk jadi ketua, kita namakan dia Mr. R, suatu ketika kami mengobrol dan dia refleks menyapaku dengan sebutan “Na”. tau apa makna panggilan itu? Hanya orang-orang, keluarga teman sahabat dekatku yang menyapu  dengan sebutan itu. Aku entah kenapa jadi merasa tersanjung. Betapa tidak, karena di kampus hanya dia seorang yang menyapaku dengan sapaan itu. Terlebih ketika dia mengatakan itu dia sembari tersenyum. Wajahnya bersinar sekali kala aku melihatnya. Senyuman itu terpancar tulus terlihat dari matanya. Lalu aku tidak sengaja menemukan bahwa dia seorang blogger! Dan tulisannya mampu meluluhkan hatiku. Apalagi, aku tahu kala itu IPK dia berapa,, dan dilihat dari perilakunya dia cerdas dan tegas.
Sampai suatu saat aku mengira dia memiliki seseorang yang dia sukai. Sudah cukup sampai disitu saja, aku stalk dia.
Tapi kemarin, aku baru saja bertemu dia kembali. Entah kenapa aku merasa dia menjadi lebih tampan dan kekar. Wkwk. Abaikan.
Gara-gara fasilitator itu juga, aku menyukai orang lain. Hari-hari dimana pelatihan fasilitator itu. Aku melihat seseorang dari fakultas kedokteran. Tinggi, tampan, ipk memadai, terlihat cerdas, blogger-meski Cuma satu postingan hihi, dari instagramnya aku tahu dia pernah student exchange ke Thailand, tapi dia nonis, dia Hindu. Pupus sudah harapanku. Pun begitu, ketika salah satu temanku-berbeda jurusan  tapi satu fakultas, berada dalam kelompok yang sama ketika KKN dengan dia, aku jadi jealous dengannya. Aku rasa dia sangat beruntung sekali se-KKN dengannya, berarti dia bisa berkenalan saecara langsung dengannya. Ahh… cukup, cukup.
Nah, begitu. Ini mirip-mirip teenlit kan?
Beberapa kali ku memungkiri kalau aku menyukai seseorang. Tapi beberapa kali pula aku memimpikan seseorang itu. Suatu kali, aku pernah bermimpi diberi handuk olehnya. Apakah gerangan arti mimpi itu? Suatu kali di mimpi lain, aku berpapasan dengan dia padahal kami di kampus yang berbeda.
Entahlah.
Dia, Mr.K itu, yang sebelumnya aku ceritakan.
Namun, suatu ketika. Termasuk akhir-akhir ini. Berdasarkan pengamatanku, bahwa dia memiliki seseorang dalam hatinya. Yang lebih aku tidak enak adalah seseorang itu merupakan teman sekelas kami sendiri. Sungguh, aku tidak enak (atau tidak suka ya?) karena aku merasa dia memang lebih cantik, putih dariku. Terlebih dia memang berteman dekat dengan Mr.K itu.
Tapi, pernah juga aku merasa malu dihadapan Mr.K. itu dimasa ketika kami mengadakan buka puasa bersama. Perilaku ku –menurut temanku,Melyda, sangat canggung sekali dengan dia. Seperti halnya ketika ngobrol, menurut Mely, harusnya aku bertanya balik bukan hanya menjawab pertanyaannya. Sesduahnya, ak berpikir mungkin aku kala itu memng lupa etika dalam mengobrol. Lagipula, aku merasa aku memang seperti itu ketika ngobrol dengan seorang laki-laki, jadi aku rasa tidak hanya ketika aku mengobrol dengan dia.
Saat ini, aku hanya akan menceritakan mengenai cerita ini sampai kisah ini saja. Anggap saja ini fiction. Mungkin kelak ini akan menjadi latarbelakang atau keseluruhan dari novelku di masa mendatang. Maafkan tulisanku yang tidak berarah ini.
Jadi,
Is there a true love?
Terjawabkah pertanyaan di atas? Aku masih belum menemukannya.


Jatinangor, 19-20 November 2017
Selesai pkl 01.00 WIB
Di tengah dinginnya malam yang menusuk.

NB : kerjain draftnya nina!

Comments

Popular Posts