Untaian Benang Merah




 

“Kamu percaya sama konsep takdir, nggak?"

"I do," jawabnya lugas. "Orang-orang bertemu karena memang ditakdirkan untuk bertemu, berpisah karena memang ditakdirkan untuk berpisah. Kehidupan setiap orang diorkestrasikan sedemikian rupa sehingga setiap momen memiliki sebab dan akibat. Benang merah, takdir, nasib, whatever you call it.”

Winna Efendi, Melbourne: Rewind
Aku yakin setiap cerita ada benang merahnya. Setiap hari, disetiap cerita tentang kehidupan kita. Hingga waktu yang tak menentu, benang merah itu akan mengulur membuat alurnya sampai tepat kita mengerti mengapa kehidupan kita seperti ini. Seperti mengapa kita bertemu orang-orang yang kita temui dulu, saat ini dan saatnya nanti.
Seperti halnya pertemuanku dengan salah satu sahabatku. Kalian mungkin tak akan percaya yang ku alami, layaknya aku ketika baru sadar bahwa itu adalah benang merah kami berdua.

Baiklah, akan kuceritakan sedikit mengenai benang merah yang baru kusadari semenjak aku memasuki masa perkuliahan. Benang merah itu, kurasa saat kami berdua mendaftar di salah satu SMA yang sama, yang masih terbilang baru pada tahun itu. . Kami memang tak sadar kami berdua ditempat dan waktu yang sama (mungkin) pada saat itu. Bahkan ketika kami sama-sama tidak lulus untuk menjadi murid di SMA tersebut. Tanpa kami ketahui, kami ternyata mendaftar di sekolah yang sama untuk kedua kalinya. Tanpa disengaja pula, kami berada dalam satu kelas, dan untuk pertama kalinya ketika memasuki hari baru di kelas yang baru aku menyapa dia duluan untuk menanyakan kursi disebelahnya kosong ataupun tidak. Jawabannya kosong, dan akupun duduk satu meja dengannya, dikursi terdepan yang berhadapan langsung dengan meja guru. Pelajaran yang pertama kali dihari itu adalah bahasa inggris, jujur, awalnya aku tidak nyaman dengan sistem belajar bahasa Inggris yang diberikan (read: guru mengajar sembari berbicara langsung dengan bahasa inggris) a.k.a nervous, terlebih melihat teman semejaku itu sepertinya sudah beradaptasi dengan baik dengan sistem belajar seperti itu. Hari itu aku mulai sadar, bahwa dia memang mengagumkan untuk dijadikan teman belajar. Pada hari yang sama pula, dia berkenalan dengan teman lain yang kebetulan satu daerah dengannya, hingga akupun harus mengalah untuk bertukar posisi duduk dengan teman lain tersebut. Cerita dengan teman semejaku yang baru membuatku kemudian ingin mengikuti bimbingan belajar, dan aku pun akhirnya ikut. Beberapa bulan kemudian, kami sama-sama mengikuti perlombaan cerdas cermat dalam satu kelompok yang sama selama beberapa hari di salah satu hotel di Anyer. Rasa nyaman berteman dengan dia semakin meningkat kurasa.

Memasuki tahun keduaku di SMA, kami semua pindah ke kelas yang berbeda (tapi tetap ada beberapa teman yang masih sekelas denganku). Namun, cerita ini tidak berakhir sampai disini. Meski tidak dalam satu kelas di sekolah yang sama, ternyata kami masih sekelas di tempat bimbingan belajar yang sama. Di tempat bimbingan belajar tersebut, kami sama-sama mulai membangun mimpi. Merencanakan masa depan sesuai yang kami inginkan. Pertemanan itu terus terjalin hingga akhirnya kami memasuki tahun terakhir di SMA.

Kenangan-kenangan dengannya semakin berkecamuk dipikiranku. Akan terlalu banyak kalimat yang tertuang sepertinya. Terlalu banyak cerita yang harus disampaikan. Jadi kuakhiri cerita sampai disini. Yang pasti, sampai saat ini dia tetap menjadi temanku, sekaligus sahabat dan keluargaku. Yang juga menjadi salah satu faktor aku bisa kuliah di jurusan yang aku geluti sekarang.

Kembali ke benang merah. Ada beberapa benang merah lagi yang sudah ku sadari. Meskipun demikian, masih begitu banyak benang merah yang belum kusadari, belum lagi benang-benang merah lain yang sampai saat ini masih terulur dengan santainya.

Dan pertanyaan-pertanyaan baru seringkali bermunculan. Seperti ketika aku bertemu dengan seseorang, akankah aku bertemu dengannya lagi dikemudian waktu, atau pertemuan dengannya apakah sebuah jembatan ku untuk bertemu orang yang lalu. Atau bahkan pertemuan dengannya merupakan benang merah lain yang baru saja terbentuk.

Intinya, ketika kita mengarang cerita kita sendiri, akan selalu ada cerita dibalik cerita kita yang membuat kita sadar bahwa kehidupan kita telah disusun sedemikian rupa dalam untaian benang merah. Hal ini (mungkin) akan membuat kita mengerti apa makna dan tujuan kita sebenarnya di dunia ini, dan bagaimana pula kita seharusnya mengakhirinya. (nggak nyambung mungkin ya?)



In the dark of the night, ditengah lantunan takbir yang menggema – Jatinangor, 11 September 2016
10.43 PM

Comments

Popular Posts