FIKIH NIKAH #6 : Syarat-Syarat Pernikahan Bagian 3
FIKIH NIKAH #6 : Syarat-Syarat Pernikahan Bagian 3
(Ustadz Raehanul Bahraen - Indonesia Bertauhid)
Tidak boleh bagi wali seorang perempuan menikahinya dengan yang tidak sekufu
Yang tidak sekufu adalah orang yang fajir, seperti pezina, tidak sekufu dengan orang yang afifah, perempuan yang menjaga diri dan kehormatan. Tentang sekufu ini penting.
Penjelasan dari para ulama yang dimaksud dengan sekufu ini ada dua: pertama sekufu agama, agamanya harus sekufu artinya nggak boleh perempuan solehah dinikahkan dengan laki-laki yang enggak sholeh, jadi sekufu agama ini kufu yang harus benar-benar dipilih, harga mati.
Kedua barulah sekufu harta, nasab, wajah. Dianjurkan sekufu agar tidak terjadi apa-apa nanti setelah pernikahan, supaya nggak terlalu jomplang, contohnya orang kaya banget dengan yang miskin banget ini dikhawatirkan nanti sudah nikah nyebut-nyebut "saya yang punya rumah kamu nggak bawa apa-apa" gitu.
Demikian juga dengan nasab, nasabnya yang bangsawan banget tiba-tiba nikah sama orang nasabnya rendah, ini ya boleh-boleh saja nikah tapi dianjurkan sekufu supaya lebih langgeng dan nggak terjadi apa-apa, nanti khawatirnya ketika sudah nikah mungkin ngungkit-ngungkit gitu kan, "sebenarnya saya nggak mau sama kamu, kamu kan nasabnya rendah" nah seperti ini bahaya.
Begitu juga dengan kegantengan, jangan sampai istrinya ganteng banget atau istrinya cantik banget kemudian pasangannya jelek banget, jadinya istrinya bersabar suami bersyukur gitu, jangan sampai terlalu kontras.
Makanya para ikhwan dan akhwat, terutama pada Ikhwan laki-laki, sebelum menetapkan standar kecantikan "Ustaz Saya pengen yang cantik yang putih yang tinggi", itu ngaca dulu ya ikhwannya, jangan-jangan dia jelek, ya para akhwat mau dengan dia mau muntah maksudnya. Itu hati-hati.
Maksudnya sekufu artinya bukan berarti diskriminasi,melainkan jangan terlalu jauh bedanya, dan dikhawatirkan diungkit-ungkit, kalau terlalu jauh ini nanti dikhawatirkan pernikahannya nggak langgeng.
Dan dalam sejarah Islam khulu pertama itu karena masalah wajah,, masalah Jamal tadi. Khulu pertama, cerai karena kois sahabat nabi perawakannya kurang bagus, sedangkan istrinya cantik. Istrinya itu setelah tahu dia minta cerai masalah wajah khulu pertamanya karena terlalu jauh beda.
Kemudian sebagian dengan sebagian yang lain ini sekufu, ini hadits yang lemah. Arab itu sekufu dengan yang lain, bahkan pendapat terkuat ada bahwasanya semua muslim hukum asalnya ya sekufu, ini juga hadits lemah. Sebagian orang Arab tuh masih memegang, jadi kalau arab harus nikah dengan Arab, karena mereka menganggap sekufu, padahal nggak, ini haditsnya lemah.
Para ulama sudah menegaskan, nggak harus sama sama-sama arab, harus sama-sama Marga, tapi tidak terlarang secara mutlak, terserah dia begitu, karena ini hadisnya lemah.
Apalagi kalau kita melihat sejarah dari para ulama, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, Ismail itu bukan Arab murni tapi Arab mustarobah, karena orang Quraisy itu tercampur tiga Darah, Arab, Arab asli dari Yaman suku jurhum kemudian ibunya Nabi Ismail (suku jurhum) dan bapaknya Palestina atau babilon, nabi Ibrahim jadi orang Arab saja bukan Arab asli, tapi turunan. Sehingga para ulama dan nabi Ismail disebut orang Arab karena bisa bahasa Arab.
Oleh karena itu, dari sini para ulama mengatakan orang Arab adalah orang yang bisa bahasa Arab, karena orang Quraisy bukan orang Arab asli tapi orang musta'arabah, dia dapat Arab dari ibunya sedangkan bapaknya dua darah, orang tuanya Ismail itu darahnya dari Ibrahim orang babilon dan Palestina sedangkan ibunya kiftiyah Mesir jadi orang Quraisy pun bukan Arab asli tapi Arab turunan.
Atau kalau nggak ada wali, dia hilang atau dia nggak tahu dimana keberadaan walinya, atau intanaah, walinya nggak mau menikahkan karena masalah sekufu, Pokoknya saya nggak mau nikahin kamu, kamu harus cari orang Arab gitu ya saya nggak mau nikahin, maka zaujaha, yang menikahkan Hakim di Indonesia ini berarti KUA.
Kalau perempuan sebatang kara, dia nggak tahu nasabnya, atau anak pungut, termasuk anak hadil zina, dia nggak punya wali, maka dinikahi oleh hakim KUA.
Walinya tidak boleh mengatakan saya nikahkan kamu dengan anak perempuanku, padahal dia punya anak perempuan yang banyak. Harus dengan menyebutkan nama fulanah binti fulana, atau dengan sifat saya nikahkan dengan anak perempuanku yang paling kecil. Nah ini bener, dengan sifat ini boleh, saya nikahkan dengan anak perempuanku yang paling besar, nah, ini boleh dengan sifat nggak pakai nama, tapi umumnya adalah pakai nama.
(4) Syarat yang keempat ada milmawani, yaitu tidak adanya/tidak boleh mawani, faktor yang bisa mencegah atau melarang atau membuat tidak sah.
Salah satu yang mencegah syarat dari sah nikah, misalnya dia nikah dengan mahramnya, ini enggak boleh.
Syarat pernikahan:
1) ridho
2) diumumkan
3) pakai wali
4) tidak ada mawani
Comments
Post a Comment