Memilih Pemimpin Sesuai Syar'iat Islam
KAJIAN ONLINE di FOS 03
"Memilih Pemimpin Sesuai Syar'iat Islam"
📅 22 Desember 2023
⏰ 19.30 - 21.00 WIB
🏡 Room Kajian FOS3
👳 Muwajjih : Ustad Undang
Pada zaman sekarang semakin ramai orang berlomba-lomba mengejar jabatan, berebut kedudukan sehingga menjadikannya sebagai sebuah obsesi hidup.
Menurut mereka yang menganut paham atau prinsip ini, tidak lengkap rasanya selagi hayat dikandung badan, kalau tidak pernah (meski sekali) menjadi orang penting, dihormati dan dihargai masyarakat.
Jabatan baik formal maupun informal di negeri kita Indonesia dipandang sebagai sebuah “aset”, karena ia baik langsung maupun tidak langsung berkonsekwensi kepada keuntungan, kelebihan, kemudahan, kesenangan, dan setumpuk keistimewaan lainnya.
Maka tidaklah heran menjadi presiden, kepala daerah, gubernur, bupati, walikota, anggota dewan, direktur dan sebagainya merupakan impian dan obsesi banyak orang.
Mulai dari kalangan politikus, purnawirawan, birokrat, saudagar, tokoh masyarakat, bahkan sampai kepada artis.
Mereka berebut mengejar jabatan tanpa mengetahui siapa sebenarnya dirinya, bagaimana kemampuannya, dan layakkah dirinya memegang jabatan (kepemimpinan) tersebut.
Parahnya lagi, mereka kurang (tidak) memiliki pemahaman yang benar tentang hakikat kepemimpinan itu sendiri. Karena menganggap jabatan adalah keistimewaan, fasilitas, kewenangan tanpa batas, kebanggaan dan popularitas. Padahal jabatan adalah tanggung jawab, pengorbanan, pelayanan, dan keteladanan yang dilihat dan dinilai banyak orang.
Hakikat kepemimpinan
Al-Quran dan Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam sudah mengatur sejak awal bagaimana seharusnya kita memilih dan menjadi seorang pemimpin.
Ada dua hal yang harus dipahami tentang hakikat kepemimpinan.
Pertama, kepemimpinan dalam pandangan Al-Quran bukan sekedar kontrak sosial antara sang pemimpin dengan masyarakatnya, tetapi merupakan ikatan perjanjian antara dia dengan Allah swt.
Al-Baqarah: 124, “Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat perintah dan larangan (amanat), lalu Ibrahim melaksanakannya dengan baik. Allah berfirman: Sesungguhnya Aku akan menjadikan engkau pemimpin bagi manusia. Ibrahim bertanya: Dan dari keturunanku juga (dijadikan pemimpin)? Allah swt menjawab: Janji (amanat)Ku ini tidak (berhak) diperoleh orang zalim”
Kepemimpinan adalah amanah, titipan Allah swt, bukan sesuatu yang diminta apalagi dikejar dan diperebutkan.
Sebab kepemimpinan melahirkan kekuasaan dan wewenang yang gunanya semata-mata untuk memudahkan dalam menjalankan tanggung jawab melayani rakyat.
Semakin tinggi kekuasaan seseorang, hendaknya semakin meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Bukan sebaliknya, digunakan sebagai peluang untuk memperkaya diri, bertindak zalim dan sewenang-wenang.
Balasan dan upah seorang pemimpin sesungguhnya hanya dari Allah swt di akhirat kelak, bukan kekayaan dan kemewahan di dunia.
Karena itu pula, ketika sahabat Nabi SAW, Abu Dzarr, meminta suatu jabatan, Nabi saw bersabda: “Kamu lemah, dan ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi sebab kenistaan dan penyesalan di hari kemudian (bila disia-siakan)”.
(H. R. Muslim).
Sikap yang sama juga ditunjukkan Nabi saw ketika seseorang meminta jabatan kepada beliau, dimana orang itu berkata: “Ya Rasulullah, berilah kepada kami jabatan pada salah satu bagian yang diberikan Allah kepadamu. “Maka jawab Rasulullah saw: “Demi Allah Kami tidak mengangkat seseorang pada suatu jabatan kepada orang yang menginginkan atau ambisi pada jabatan itu”.
(H. R. Bukhari Muslim).
Kedua, kepemimpinan menuntut keadilan.
Keadilan adalah lawan dari penganiayaan, penindasan dan pilih kasih.
Keadilan harus dirasakan oleh semua pihak dan golongan. Diantara bentuknya adalah dengan mengambil keputusan yang adil antara dua pihak yang berselisih, mengurus dan melayani semua lapisan masyarakat tanpa memandang agama, etnis, budaya, dan latar belakang.
Lihat Q. S. Shad: 22
ada dua pengertian pemimpin menurut Islam yang harus dipahami.
Pertama
pemimpin berarti umara yang sering disebut juga dengan ulul amri
Q. S. An-Nisa: 5
Kedua
pemimpin sering juga disebut khadimul ummah (pelayan umat). Menurut istilah itu, seorang pemimpin harus menempatkan diri pada posisi sebagai pelayan masyarakat, bukan minta dilayani.
Dengan demikian, hakikat pemimpin sejati adalah seorang pemimpin yang sanggup dan bersedia menjalankan amanat Allah swt untuk mengurus dan melayani umat/masyarakat.
Para pakar telah lama menelusuri Al-Quran dan Hadits dan menyimpulkan minimal ada empat kriteria yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk menjadi pemimpin. Semuanya terkumpul di dalam empat sifat yang dimiliki oleh para nabi/rasul sebagai pemimpin umatnya, yaitu:
(1). Shidq, yaitu kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap dan bertindak di dalam melaksanakan tugasnya. Lawannya adalah bohong.
(2). Amanah, yaitu kepercayaan yang menjadikan dia memelihara dan menjaga sebaik-baiknya apa yang diamanahkan kepadanya, baik dari orang-orang yang dipimpinnya, terlebih lagi dari Allah swt. Lawannya adalah khianat.
(3) Fathonah, yaitu kecerdasan, cakap, dan handal yang melahirkan kemampuan menghadapi dan menanggulangi persoalan yang muncul. Lawannya adalah bodoh.
(4). Tabligh, yaitu penyampaian secara jujur dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang diambilnya (akuntabilitas dan transparansi). Lawannya adalah menutup-nutupi (kekurangan) dan melindungi (kesalahan).
Beberapa ulama juga menetapkan kualifikasi pemimpin yg sesuai dengan Syariat yaitu
1. Beriman
QS. al- Anbiya': 73
2. Adil
QS. Shād: 26
3. Amanah
QS. al-Nisā: 58
4. Musyawarah
Asy Syura':38
5. Amar ma'ruf nahyl mungkar
QS. al-Hajj: 41
Di dalam Al-Quran juga dijumpai beberapa ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat pokok yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, diantaranya terdapat dalam surat
As-Sajdah: 24 dan
Al-Anbiya: 73.
Sifat-sifat dimaksud adalah:
1. Kesabaran dan ketabahan.
“Kami jadikan mereka pemimpin ketika mereka sabar/tabah”
Q. S. As-Sajdah: 24.
Kesabaran dan ketabahan dijadikan pertimbangan dalam mengangkat seorang pemimpin. Sifat ini merupakan syarat pokok yang harus ada dalam diri seorang pemimpin. Sedangkan yang lain adalah sifat-sifat yang lahir kemudian akibat adanya sifat (kesabaran) tersebut.
2. Mampu menunjukkan jalan kebahagiaan kepada umatnya sesuai dengan petunjuk Allah swt.
Q. S. Al-Anbiya: 73,
“Mereka memberi petunjuk dengan perintah Kami”.
Pemimpin dituntut tidak hanya menunjukkan tetapi mengantar rakyat ke pintu gerbang kebahagiaan.
Atau dengan kata lain tidak sekedar mengucapkan dan menganjurkan, tetapi hendaknya mampu mempraktekkan pada diri pribadi kemudian mensosialisasikannya di tengah masyarakat.
Pemimpin sejati harus mempunyai kepekaan yang tinggi (sense of crisis), yaitu apabila rakyat menderita dia yang pertama sekali merasakan pedihnya dan apabila rakyat sejahtera cukup dia yang terakhir sekali menikmatinya.
3. Telah membudaya pada diri mereka kebajikan.
Q. S. Al-Anbiya: 73,
“Dan Kami wahyukan kepada mereka (pemimpin) untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan menegakkan sholat serta menunaikan zakat”.
Hal ini dapat tercapai (mengantarkan umat kepada kebahagiaan) apabila kebajikan telah mendarah daging dalam diri para pemimpin yang timbul dari keyakinan ilahiyah dan akidah yang mantap tertanam di dalam dada mereka.
Sifat-sifat pokok seorang pemimpin tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Al-Mubarak
Yakni ada empat syarat untuk menjadi pemimpin:
Pertama
memiliki aqidah yang benar (aqidah salimah).
Kedua
memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas (`ilmun wasi`un).
Ketiga
memiliki akhlak yang mulia (akhlaqulkarimah).
Keempat
memiliki kecakapan manajerial dan administratif dalam mengatur urusan-urusan duniawi.
Dengan mengetahui hakikat kepemimpinan di dalam Islam serta kriteria dan sifat-sifat apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, maka kita wajib untuk memilih pemimpin sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Hadits.
Kaum muslimin yang benar-benar beriman kepada Allah dan beriman kepada Rasulullah saw dilarang keras untuk memilih pemimpin yang tidak memiliki kepedulian dengan urusan-urusan agama (akidahnya lemah) atau seseorang yang menjadikan agama sebagai bahan permainan/kepentingan tertentu.
Sebab pertanggungjawaban atas pengangkatan seseorang pemimpin akan dikembalikan kepada siapa yang mengangkatnya (masyarakat tersebut).
Dengan kata lain masyarakat harus selektif dalam memilih pemimpin dan hasil pilihan mereka adalah “cerminan” siapa mereka.
Hal ini sesuai dengan hadits Nabi saw yang berbunyi: “Sebagaimana keadaan kalian, demikian terangkat pemimpin kalian”.
Demikianlah Al-Quran dan Hadits menekankan bagaimana seharusnya kita memilih dan menjadi pemimpin. Sebab memilih pemimpin dengan baik dan benar adalah sama pentingnya dengan menjadi pemimpin yang baik dan benar
••••
Sesi Tanya Jawab
1️⃣ mau bertanya bagaimana kalo kita memilih seperti anggota DPR tapi kita tidak tau orang tsb. Seperti waktu kita memilih pilpres ada juga pilih yg lain. Apa kita pilih yg partainya Islam? Atau bagaimana memilihnya Ustadz?
Jawab:
Pilih yang latar belakang nya kita tahu misalnya dari agamnya, dari track recordnya kalau gak ada yang kenal pasti akan ada temen yg merekomendasikan seseorang untuk di pilih nah kita tinggal cari tahu apakah yg merekomendasikan orang nya Amanah dan dapat di percaya
Wallahualam
2️⃣ Ustadz saya mau bertanya, apakah bila kita memahami ciri2 pemimpin yang baik menurut Qur'an dan Hadits dan dr calon2 yang ada terdapat satu calon yg mendekati ciri2 pemimpin yg baik, bolehkah kita mempengaruhi teman atau keluarga memilih pemimpin tersebut
Jawab:
Boleh selama bentuknya bukan paksaan
Lebih ke sharing
Bagaimana kelebihan calon tersebut dll
Wallahualam
3️⃣ Bagaimana memberi pemahaman pada anak remaja yg sdh punya hak pilih, tapi msh galau mau menentukan pilihan ke mana
Jawab:
Ajak ngobrol dari hati ke hati
Dan sampaikan dampaknya ketika kita memilih orang yang amanah dan memilih orang yg tidak amanah
Wallahualam
4️⃣ Bagaimana sikap qt yang menghadapi seorg pemimpin tdk bijak, arogan, mrasa dirinya hbt....super pokoknya...terkadang hati ini ngegremet koq bpk sperti itu dan tdk berubah dlm kurun wkt periode smasa jabatannya....qt sbagai bisa dibilang bwhn/krocolah mrasa sedih mrasa tertindas krn qt bkn seorg sebagainya
Jawab:
Kalau kita punya kekuatan untuk memberikan nasihat atau kritik lakukanlah nasihat dan kritik.
Kalau gak bisa ya jangam pilih dia lagi.
Tapi kalau ternyata dia terpilih lagi. Doakan agar di lembutkan hatinya.
Kerjakan perintahnya selama untuk kemaslahatan umat. Abaikan jika perintahnya menyalahi syariat.
Tidak ada ketaatan ketika perintah itu untuk maksiat kepada Alloh. Jangan terlalu sering berinteraksi
Wallahulam
5️⃣ Pak ustad Doa apa yg kita yang bisa panjatkan agar bangsa negara kita ini benar-benar mendapatkan pemimpin yang seperti kriteria di atas? yang pasti kita ingin bangsa negara kita ini baldaTun toyyibatun warobbun Ghofur dengan pemimpin dan rakyat saling Sinergi saling take and give seperti yang kita harapkan bersama😊🙏🏻
Jawab:
Allahumma ashlih wulaa ta umuurinaa, Allahumma waffiq hum limaa fiihi shalaa huhum wa shalaa hul islaami walmuslimiina, Allahumma a'inhum 'alalqiyaami bimahaa mihim ka maa amartahum yaa rabbal'aalamiin. Allahumma ab'id 'anhum bithoonatassuu i wal mufsidiina wa qarrib ilayhim ahlalkhayri wannaashihiina yaa rabbal'aalamiina. Allahumma ashlih wu laata umuuril muslimiina fii kulli makaanin.
“Ya Allah, jadikanlah pemimpin kami orang yang baik. Berikanlah taufik kepada mereka untuk melaksanakan perkara terbaik bagi diri mereka, bagi Islam, dan kaum muslimin. Ya Allah, bantulah mereka untuk menunaikan tugasnya, sebagaimana yang Engkau perintahkan, wahai Rabb semesta alam. Ya Allah, jauhkanlah mereka dari teman dekat yang jelek dan teman yang merusak. Juga dekatkanlah orang-orang yang baik dan pemberi nasihat yang baik kepada mereka, wahai Rabb semesta alam. Ya Allah, jadikanlah pemimpin kaum muslimin sebagai orang yang baik, di mana pun mereka berada.”
••••
Closing statement
Pemimpin yang amanah tahu bahwa kekuasaan bukanlah tujuan, tetapi alat untuk mencapai perubahan yang positif.
Bertindak dengan integritas, bahkan ketika tidak ada yang melihatnya.
Comments
Post a Comment