Batasan Waktu Sholat #Part 1
🏷️ *Notulensi kajian Ensiklopedia Sholat* ✍🏻
🖊️ Bab *"Batasan Waktu Sholat #Part 1"*
📚 Merujuk kitab 'Shohih Fiqih Sunnah' karya Syeikh Abu Malik Kamal
🎙️Ustadz Rosyid Abu Rosyidah, S.Ag., M.Ag حفظه الله
🗓️ Hari/Tanggal: Rabu, 17 January 2024
⏱️ Pukul 07.00 - 08.30 WIB
💬 Kajian Muslimah Khasanah
﷽
Ustadz membuka majelis dengan pujian kepada
Allah, shalawat kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, muqodimah dan do'a.
Alhamdulillaahil-ladzii bini'matihi tatimmush-shoolihaat, bersyukur kita kepada Allah, atas limpahan nikmat Nya. Allah kumpulkan kita dalam nikmat keimanan, nikmat sehat, nikmat waktu luang, Allah berikan kita nikmat untuk bermajelis ilmu. Semoga kita terus mensyukuri nikmat yang Allah berikan. Nikmat ketundukan hati untuk duduk dalam majelis ilmu, semoga duduk nya kita dalam majelis ilmu tercatat dalam bentuk ketaatan dan bentuk syukur kita kepada Allah dan memperberat amal timbangan kita di yaumil Qiyamah.
🖊️ Bab "Batasan Waktu Sholat #Part 1"
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta keringanan dalam penunaiannya. Awalnya diwajibkan 50 waktu dalam sehari. Karena anjuran dan kasih sayang Nabi Musa terhadap umat Muhammad, ia menyarankan agar Nabi Muhammad minta pengurangan. Hingga akhirnya Allah Ta’ala menjadikannya hanya 5 waktu saja.
Berikut ini kejadiannya sebagaimana diceritakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam riwayat al-Bukhari dari Malik bin Sha’sha’ah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘ ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ثُمَّ فُرِضَتْ عَلَيَّ الصَّلَوَاتُ خَمْسِينَ صَلاَةً كُلَّ يَوْمٍ، فَرَجَعْتُ فَمَرَرْتُ عَلَى مُوسَى، فَقَالَ: بِمَ أُمِرْتَ؟ قَالَ: أُمِرْتُ بِخَمْسِينَ صَلاَةً كُلَّ يَوْمٍ. قَالَ: إِنَّ أُمَّتَكَ لاَ تَسْتَطِيعُ خَمْسِينَ صَلاَةً كُلَّ يَوْمٍ، وَإِنِّي وَاللَّهِ قَدْ جَرَّبْتُ النَّاسَ قَبْلَكَ، وَعَالَجْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَشَدَّ المُعَالَجَةِ، فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ لأُمَّتِكَ. فَرَجَعْتُ فَوَضَعَ عَنِّي عَشْرًا، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقَالَ مِثْلَهُ، فَرَجَعْتُ فَوَضَعَ عَنِّي عَشْرًا، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقَالَ مِثْلَهُ، فَرَجَعْتُ فَوَضَعَ عَنِّي عَشْرًا،
فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقَالَ مِثْلَهُ، فَرَجَعْتُ فَأُمِرْتُ بِعَشْرِ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ، فَرَجَعْتُ فَقَالَ مِثْلَهُ، فَرَجَعْتُ فَأُمِرْتُ بِخَمْسِ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى، فَقَالَ: بِمَ أُمِرْتَ؟ قُلْتُ: أُمِرْتُ بِخَمْسِ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ. قَالَ: إِنَّ أُمَّتَكَ لاَ تَسْتَطِيعُ خَمْسَ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ، وَإِنِّي قَدْ جَرَّبْتُ النَّاسَ قَبْلَكَ وَعَالَجْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَشَدَّ المُعَالَجَةِ، فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ لأُمَّتِكَ. قَالَ: سَأَلْتُ رَبِّي حَتَّى اسْتَحْيَيْتُ، وَلَكِنِّي أَرْضَى وَأُسَلِّمُ. قَالَ: فَلَمَّا جَاوَزْتُ نَادَى مُنَادٍ: أَمْضَيْتُ فَرِيضَتِي، وَخَفَّفْتُ عَنْ عِبَادِي”.
“Kemudian diwajibkan padaku shalat lima puluh kali setiap hari. Aku kembali, dan lewat di hadapan Musa. Musa bertanya, ‘Apa yang telah diperintahkan padamu?’ Kujawab, ‘Aku diperintahkan shalat lima puluh kali setiap hari’. Musa berkata, “Sungguh ummatmu tak akan sanggup melaksanakan lima puluh kali shalat dalam sehari. Dan aku -demi Allah-, telah mencoba menerapkannya kepada manusia sebelummu, aku telah berusaha keras membenahi Bani Israil dengan sungguh-sungguh. Kembalilah kepada Rabbmu dan mintalah keringanan untuk umatmu’. Aku pun kembali dan Allah memberiku keringanan dengan mengurangi sepuluh shalat. Lalu aku kembali bertemu Musa. Musa bertanya seperti pertanyaan sebelumnya. Lalu aku kembali dan Allah memberiku keringanan dengan mengurangi sepuluh shalat.
Aku kembali bertemu Musa. Ia berkata sebagaimana perkataan sebelumnya. Aku kembali dan Allah memberiku keringanan dengan mengurangi sepuluh shalat. Aku kembali bertemu Musa. Musa berkata sebagaimana yang dikatakan sebelunya. Aku pun kembali, dan aku di perintah dengan sepuluh kali shalat setiap hari. Aku kembali dan Musa kembali berkata seperti sebelumnya. Aku pun kembali, dan akhirnya aku diperintahkan dengan lima kali shalat dalam sehari.
Aku kembali kepada Musa dan dia berkata, ‘Apa yang diperintahkan kepadamu?’ Kujawab, ‘Aku diperintahkan dengan lima kali shalat dalam sehari’. Musa berkata, “Sesungguhnya ummatmu tidak akan sanggup melaksanakan lima kali shalat dalam sehari. Sungguh aku telah mencoba menerapkannya kepada manusia sebelum kamu. Aku juga telah berusaha keras membenahi Bani Isra’il dengan sungguh-sungguh. Kembalilah kepada Rabbmu dan mintalah keringanan untuk umatmu’. Beliau berkata, ‘Aku telah banyak memohon (keringanan) kepada Rabbku hingga aku malu. Tetapi aku telah ridha dan menerimanya’. Ketika aku telah selesai, terdengar suara orang yang berseru, ‘Sungguh Aku telah memberikan keputusan dan Aku telah mewajibkan. Aku telah ringankan untuk hamba-hamba-Ku’.” (HR. al-Bukhari dalam Kitab Fadhail ash-Shahabah, 3674).
Terdapat dalil seoranc arab badui bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tentang menjaga ibadah yang wajib.
Hadits di atas seperti hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berikut:
أَتَى أَعْرَابِيٌّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ: دُلَّني عَلَى عَمَلٍ إِذَا عَمِلْتُهُ دَخَلْتُ الْجَنَّةَ. قَالَ: تَعْبُدُ اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ الْمَكْتُوبَةَ، وتُؤدِّي الزَّكَاةَ الْمَفْرُوضَةَ، وَتَصُومُ رَمَضَانَ. قَالَ: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَا أَزِيدُ عَلَى هَذا شَيْئًا وَلَا أنْقُصُ مِنْهُ. فَلَمَّا وَلَّى، قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: مَنْ سَرَّه أَنْ يَنْظُرَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى هَذَا
“Seorang Arab badui pernah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Tunjukkanlah kepadaku amalan yang jika aku kerjakan, maka aku akan masuk surga.” Beliau bersabda, “Kamu beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, mendirikan shalat yang wajib, menunaikan zakat yang wajib, dan berpuasa di bulan Ramadhan.” Ia (orang Arab badui) berkata, “Demi Allah yang jiwaku di Tangan-Nya, aku tidak menambah sedikit pun dan tidak mengurangi.” Ketika orang itu telah pergi, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang ingin melihat salah seorang penghuni surga, maka lihatlah orang ini” (Muttafaq ‘alaih)
✒️Penjelasan Waktu-waktu Shalat
Kaum muslimin sepakat bahwa shalat lima waktu harus dikerjakan pada waktunya, dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu/wajib yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. [ QS. An Nisa’ (4) : 103]
📍Shalat Zhuhur
︎▪️ Definisi
Kata Azh-Zhuhru artinya saat dan waktu tergelincirnya matahari (Zawal). Yang dimaksud dengan zawal adalah bergesernya matahari
dari arah pertengahan langit ke arah barat.
Secara bahasa Zhuhur berarti waktu Zawal yaitu waktu tergelincirnya matahari (waktu matahari bergeser dari tengah-tengah langit) menuju arah tenggelamnya (barat).
Shalat zhuhur adalah shalat yang dikerjakan ketika waktu zhuhur telah masuk. Shalat zhuhur disebut juga shalat Al Uulaa (الأُوْلَى) karena shalat yang pertama kali dikerjakan Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam bersama Jibril ‘Alaihis salam. Disebut juga shalat Al Hijriyah (الحِجْرِيَةُ) (Berdasarkan hadits riwayat Al Bukhori No. 541).
Diriwayatkan dari Abu Barzah, ia berkata,
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلي الهجيرة وهي التي يدعونها الأولى حين تدحض الشمس أوتزول.
"Dahulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengerjakan shalat Hajirah (Zhuhur) yang disebut orang-orang dengan nama Ula (pertama), saat matahari bergeser atau tergelincir (ke barat)."
▪️
︎ Permulaan waktu shalat Zhuhur
Permulaan waktu shalat Zhuhur adalah ketika tergelincirnya matahari. Maksudnya, bergeser matahari dari tengah langit menuju arah barat.
Para ulama telah sepakat tentang itu berdasarkan beberapa hadist yang berasal dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, bahwa
beliau mengerjakan shalat Zhuhur saat matahari tergelincir ke arah barat seperti tercantum dalam hadits riwayat Abu Barzah tadi.
Mengenai waktu-waktu shalat disebutkan dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Amr berikut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرِ الْعَصْرُ وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ وَوَقْتُ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبِ الشَّفَقُ وَوَقْتُ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الأَوْسَطِ وَوَقْتُ صَلاَةِ الصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعِ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ فَأَمْسِكْ عَنِ الصَّلاَةِ فَإِنَّهَا تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَىْ شَيْطَانٍ
“Waktu Zhuhur dimulai saat matahari tergelincir ke barat (waktu zawal) hingga bayangan seseorang sama dengan tingginya dan selama belum masuk waktu ‘Ashar. Waktu Ashar masih terus ada selama matahari belum menguning. Waktu shalat Maghrib adalah selama cahaya merah (saat matahari tenggelam) belum hilang. Waktu shalat ‘Isya’ ialah hingga pertengahan malam. Waktu shalat Shubuh adalah mulai terbit fajar (shodiq) selama matahari belum terbit. Jika matahari terbit, maka tahanlah diri dari shalat karena ketika itu matahari terbit antara dua tanduk setan. ” (HR. Muslim no. 612)
Dari Ibnu ‘Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَمَّنِى جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ عِنْدَ الْبَيْتِ مَرَّتَيْنِ فَصَلَّى بِىَ الظُّهْرَ حِينَ زَالَتِ الشَّمْسُ وَكَانَتْ قَدْرَ الشِّرَاكِ وَصَلَّى بِىَ الْعَصْرَ حِينَ كَانَ ظِلُّهُ مِثْلَهُ وَصَلَّى بِىَ – يَعْنِى الْمَغْرِبَ – حِينَ أَفْطَرَ الصَّائِمُ وَصَلَّى بِىَ الْعِشَاءَ حِينَ غَابَ الشَّفَقُ وَصَلَّى بِىَ الْفَجْرَ حِينَ حَرُمَ الطَّعَامُ وَالشَّرَابُ عَلَى الصَّائِمِ فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ صَلَّى بِىَ الظُّهْرَ حِينَ كَانَ ظِلُّهُ مِثْلَهُ وَصَلَّى بِىَ الْعَصْرَ حِينَ كَانَ ظِلُّهُ مِثْلَيْهِ وَصَلَّى بِىَ الْمَغْرِبَ حِينَ أَفْطَرَ الصَّائِمُ وَصَلَّى بِىَ الْعِشَاءَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ وَصَلَّى بِىَ الْفَجْرَ فَأَسْفَرَ ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَىَّ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ هَذَا وَقْتُ الأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِكَ وَالْوَقْتُ مَا بَيْنَ هَذَيْنِ الْوَقْتَيْنِ
“Jibril ‘alaihis salam pernah mengimamiku di rumah dua kali. Pertama kali, ia shalat Zhuhur bersamaku ketika matahari bergeser ke barat dan saat itu panjang bayangan sama dengan panjang tali sandal. Lalu beliau shalat ‘Ashar bersamaku ketika panjang bayangan sama dengan panjang benda. Kemudian beliau melaksanakan shalat Maghrib bersamaku ketika orang-orang berbuka puasa. Lalu beliau melaksanakan shalat ‘Isya’ bersamaku ketika cahaya merah saat matahari tenggelam hilang. Kemudian beliau shalat Fajar (shalat Shubuh) bersamaku ketika telah haram makan dan minum bagi orang yang berpuasa. Kemudian esok harinya, ia shalat Zhuhur bersamaku ketika panjang bayangan sama dengan panjang benda. Lalu ia shalat ‘Ashar bersamaku ketika panjang bayangan sama dengan dua kali panjang benda.
Kemudian beliau shalat Maghrib ketika orang-orang berbuka puasa. Lalu beliau shalat ‘Isya’ hingga sepertiga malam. Kemudian ia shalat Shubuh bersamaku setelah itu waktu isfaar. Kemudian ia berpaling padaku dan berkata, “Wahai Muhammad, inilah waktu shalat sebagaimana waktu shalat para nabi sebelum engkau. Batasan waktunya adalah antara dua waktu tadi.” (HR. Abu Daud no. 393 dan Ahmad 1: 333. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
▪️
︎ Akhir waktu shalat Zhuhur
Para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. Pendapat yang paling kuat, akhir waktu shalat Zhuhur ialah ketika bayangan sesuatu menyerupai tinggi aslinya, sepadan dengan bayangan setelah tergelincirnya matahari. Itu adalah waktu masuknya shalat Ashar.
Keterangan ini adalah madzhab jumhur ulama, yang berbeda dengan pandangan Abu Hanifah. Menurutnya, akhir waktu shalat Zhuhur adalah saat bayangan sesuatu menyerupai dua kali lipatnya, setelah tergelincir ke barat.
Dalil Hadits riwayat Jabir bin Abdillah Al-Anshari, ia berkata,
خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم فصلى الظهر حين زالت الشمس، وكان الفيء قدر الشراك، ثم صلى العصر حين كان الفيء قدر الشراك وظل الرجل، ثم صلى المغرب حين غابت الشمس، ثم صلى العشاء حين غاب الشفق، ثم صلى الفجر حين طلع الفجر، ثم صلى من الغد الظهر حين كان الظل طول الرجل، ثم صلى العصر حين كان ظل الرجل مثليه قدر ما يسير الراكب سير العنق إلى ذي الحليفة، ثم صلّى المغرب حين غابت الشمس، ثم صلى العشاء إلى ثلث الليل أو نصف الليل
-شك زيد- ثم صلى الفجر فأشفر.
"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam keluar kemudian mengerjakan shalat Zhuhur tatkala matahari tergelincir dari tengah (langit), bayangan pada waktu itu setinggi tali sandal.
Kemudian beliau menjalankan shalat Ashar ketika bayangan sebesar tali sandal dan setinggi orang. Lantas beliau menunaikan
shalat Maghrib ketika matahari telah terbenam. Lalu mengerjakan shalat Isya tatkala syafaq (warna kemerahan) lenyap (dari langit).
"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam keluar kemudian mengerjakan shalat Zhuhur tatkala matahari tergelincir dari tengah (langit), bayangan pada waktu itu setinggi tali sandal.
Kemudian beliau menjalankan shalat Ashar ketika bayangan sebesar tali sandal dan setinggi orang. Lantas beliau menunaikan
shalat Maghrib ketika matahari telah terbenam. Lalu mengerjakan shalat Isya tatkala syafaq (warna kemerahan) lenyap (dari langit).
Kemudian menjalankan shalat Subuh ketika fajar menyingsing. Kemudian keesokan harinya, beliau mengerjakan shalat Zhuhur ketika bayangan setinggi orang. Setelah itu, beliau mengerjakan shalat Ashar saat bayangan seseorang menyerupai dua kali lipatnya, selama perjalanan seseorang yang normal menuju Dzul
Hulaifah. Kemudian beliau mengerjakan shalat Maghrib ketika matahari terbenam. Kemudian mengerjakan shalat Isya sampai pada waktu sepertiga atau tengah malam-Zaid ragu-, kemudian mengerjakan shalat Subuh saat keadaan telah terang."
Keterangan di atas, mengandung kemungkinan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menyelesaikan shalat Zhuhur saat bayangan segala sesuatu menyerupai tingginya. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memulai shalat Ashar di hari pertama saat bayangan segala sesuatu sama persis dengan bendanya, maka
tidak ada waktu yang sama antara dua shalat tersebut.
Tidak bisa dikatakan, bila bayangan suatu benda menyerupai tingginya, maka waktu Ashar masuk, sementara waktu Zhuhur belum habis.
Bahkan, ada pula yang mengatakan, masih tersisa waktu setelah itu, yakni tempo waktu yang cukup untuk mengerjakan shalat empat rakaat untuk shalat Zhuhur dan Ashar dalam waktu yang telah ditentukan, sebagaimana dikatakan sebagian ulama.
💬Jika ada ummahat yang ia mau mengerjakan sholat dzuhur pada pukul 14.30 lalu ia mendapati haid, apakah ia wajib qadha sholat dzuhur?
Pendapat yang kuat ia tidak wajib qadha sholat. Karena pukul 14.30 msh msk waktu sholat dzuhur. Tapi jangan dimaknai sholat di akhir waktu itu baik, tentu sholat diawal waktu itu yang afdhol.
sholat yg afdhol adalah sholat diawal waktu. Dan ada hadits pula yang menyatakan bahwa shalat di awal waktu itulah yang paling afdhol,
عَنْ أُمِّ فَرْوَةَ قَالَتْ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَىُّ الأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ « الصَّلاَةُ فِى أَوَّلِ وَقْتِهَا »
Dari Ummu Farwah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, amalan apakah yang paling afdhol. Beliau pun menjawab, “Shalat di awal waktunya.” (HR. Abu Daud no. 426. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Jika kondisi cuaca sangat panas. Disunnahkan untuk mengakhirkan shalat Zhuhur ketika cuaca sangat panas. Pernyataan ini merujuk hadits riwayat Anas, ia berkata, "Dahulu, ketika cuaca dingin sangat menusuk, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menyegerakan shalat (Zhuhur). Ketika cuaca panas sangat menyengat, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengakhirkan shalat (sampai keadaan menjadi lebih sejuk)."
Dalil lainnya adalah hadits riwayat Abu Dzar, ia berkata,
كنا مع النبي صلى الله عليه وسلم في سفر، فأراد المؤذن أن يؤذن الظهر، فقال: أبرد، ثم أراد أن يؤذن فقال: أبرد، مرتين أو ثلاثا حتى رأينا فيء التلول، ثم قال: إن شدة الحر من فيح جهنم، فإذا اشتد الحر فأبردوا بالصلاة.
"Kami dahulu pernah bersama Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam satu perjalanan. Seorang muadzin ingin mengumandangkan
adzan Zhuhur. Beliau bersabda, "Tundalah sampai agak dingin." Kemudian muadzin ingin melakukannya lagi, maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Tunggulah sampai agak dingin." Hal ini terjadi dua atau tiga kali. Sampai akhirnya kami menyaksikan bayangan pada gundukan tanah, maka beliau bersabda, "Sungguh, dahsyatnya panas berasal dari uap panas neraka Jahannam. Apabila panas menjadi sangat dahsyat, maka tundalah shalat (hingga suasana sejuk)."
💬Jangan jadikan ini dalil untuk menunda sholat, jika dirumah kita ada pendingin ac walaupun cuaca terik maka utama tetap kerjakan di awal waktu.
Perhatikan konteks hadist, para sahabat menunda sholat karena memang kondisi cuaca sangat panas dan masa itu tidak ada pendingin.
Disunnahkan mengakhirkan shalat Zhuhur ketika cuaca begitu panas. Hal ini berdasarkan hadits Anas bin Malik,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا اشْتَدَّ الْبَرْدُ بَكَّرَ بِالصَّلاَةِ ، وَإِذَا اشْتَدَّ الْحَرُّ أَبْرَدَ بِالصَّلاَةِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya jika keadaan sangat dingin beliau menyegerakan shalat dan jika keadaan sangat panas/terik beliau mengakhirkan shalat” (HR. Bukhari no. 906).
Dalam hadits lainnya disebutkan,
إِذَا اشْتَدَّ الْحَرُّ فَأَبْرِدُوْا عَنِ الصَّلاَةِ، فَإِنَّ شِدَّةَ الْحَرِّ مِنْ فَيْحِ جَهَنَّمَ
“Apabila cuaca sangat panas, akhirkanlah shalat zhuhur sampai waktu dingin karena panas yang sangat merupakan hawa panas neraka jahannam.” (HR. Bukhari no. 536 dan Muslim no. 615). Batasan mendinginkan (mengakhirkan) berbeda-beda sesuai keadaan selama tidak terlalu panjang hingga mendekati waktu akhir shalat (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1: 239).
📍Shalat Ashar
︎▪️ Definisi
Kata Ashar dipakai umumnya untuk waktu petang sampai matahari memerah, itulah waktu akhir dari siang. Shalat Ashar ialah shalat yang wajib ditunaikan saat masuknya waktu Ashar. Disebut pula dengan nama shalat wustha (pertengahan).
︎▪️ Permulaan waktu shalat Ashar
Shalat Ashar dimulai ketika bayangan benda menyerupai tingginya menurut keterangan jumhur ulama yang berbeda dengan pendapat
Abu Hanifah yang masyhur darinya. Abu Hanifah menjadikan awal waktunya sejak bayangan seseorang menyerupai dua kali tingginya. Dalil-dalil yang telah disebutkan tentang waktu Zhuhur mendukung pendapat jumhur.
Jadi Awal Waktu Shalat ‘Ashar
Jika panjang bayangan sesuatu telah semisal dengan tingginya (menurut pendapat jumhur ulama). Dalilnya adalah hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,
وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرِ الْعَصْرُ وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ…….
“Waktu Sholat Zhuhur adalah ketika telah tergelincir matahari (menuju arah tenggelamnya) hingga bayangan seseorang sebagaimana tingginya selama belum masuk waktu ‘ashar dan waktu ‘ashar masih tetap ada selama matahari belum menguning………” (HR. Muslim No. 612).
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah rodhiyallahu ‘anhu ketika Jibril ‘alihissalam menjadi imam bagi Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,
جَاءَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ زَالَتْ الشَّمْسُ فَقَالَ قُمْ يَا مُحَمَّدُ فَصَلِّ الظُّهْرَ حِينَ مَالَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ مَكَثَ حَتَّى إِذَا كَانَ فَيْءُ الرَّجُلِ مِثْلَهُ جَاءَهُ لِلْعَصْرِ فَقَالَ قُمْ يَا مُحَمَّدُ فَصَلِّ الْعَصْرَ ثُمَّ مَكَثَ حَتَّى إِذَا غَابَتْ الشَّمْسُ……مَا بَيْنَ هَذَيْنِ وَقْتٌ كُلُّهُ
“Jibril mendatangi Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam ketika matahari telah tergelincir ke arah tenggelamnya kemudian dia mengatakan, “Berdirilah wahai Muhammad kemudian shola zhuhur lah. Kemudian ia diam hingga saat panjang bayangan seseorang sama dengan tingginya. Jibril datang kemudian mengatakan, “Wahai Muhammad berdirilah sholat ‘ashar lah”. Kemudian ia diam hingga matahari tenggelam………….diantara dua waktu ini adalah dua waktu sholat seluruhnya” (HR. Nasa’i No. 526, hadits
Dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin ‘Amr rodhiyallahu ‘anhu,
وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ
“Dan waktu ‘ashar masih tetap ada selama matahari belum menguning………” (HR. Muslim No. 612).
Hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi was sallam yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu,
مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الْعَصْرَ
“Barangsiapa yang mendapati satu roka’at sholat ‘ashar sebelum matahari tenggelam maka ia telah mendapatkan sholat ‘ashar” (HR. Bukhori No. 579 dan Muslim No. 608).
▪️
︎ Akhir waktu shalat Ashar
Secara zhahir, tekstual hadits-hadits yang ada terlihat saling kontradiksi tentang akhir waktu untuk shalat Ashar. Di antara hadits tersebut adalah sebagai berikut:
Hadits riwayat Jabir yang bercerita tentang Jibril mengimami Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam shalat, "Beliau mengerjakan shalat Ashar di hari pertama saat bayangan benda seperti tinggi
aslinya. Dan pada hari kedua, saat bayangan benda dua kali lipatnya. Kemudian beliau bersabda, "(Rentang) waktu shalat adalah antara dua waktu ini"
💬 Apakah boleh mengakhirkan sholat ashar?
Jawabannya tidak boleh. Karena terdapat hadist dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam mencela orang yang menunda sholat ashar.
Shalat yang dilakukan menjelang matahari tenggelam, itulah shalatnya orang munafik. Dalam hadits Anas disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تِلْكَ صَلاَةُ الْمُنَافِقِ يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَىِ الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا لاَ يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهَا إِلاَّ قَلِيلاً
“Itulah shalat orang munafik. Ia duduk menanti matahari di antara dua tanduk setan lalu ia berdiri dan melaksanakan shalat empat raka’at dengan cepat. Tidaklah ia mengingat Allah kecuali sedikit.”(HR. Muslim no. 622).
Dalil untuk memelihara shalat Ashar dan peringatan keras bagi yang meninggalkannya
Dalil yang berkaitan dengan hal ini adalah sebagai berikut:
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Al-Baqrarah surat 238:
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّـهِ قَانِتِينَ ﴿٢٣٨﴾
“Peliharalah seluruh shalat dan peliharalah shalat wustha. Dan berdirilah engkau dalam shalat untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Al-Baqarah[2]: 238)
Menurut pendapat yang paling tepat, yang dimaksud dengan “shalat wustha” dalam ayat di atas adalah shalat ashar. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika terjadi perang Ahzab,
شَغَلُونَا عَنِ الصَّلَاةِ الْوُسْطَى، صَلَاةِ الْعَصْرِ
“Mereka (kaum kafir Quraisy, pent.) telah menyibukkan kita dari shalat wustha, (yaitu) shalat ashar.”
Dalam ayat di atas, setelah Allah Ta’ala memerintahkan untuk menjaga semua shalat wajib secara umum (termasuk di dalamnya yaitu shalat ashar), maka Allah Ta’ala kemudian menyebutkan perintah untuk menjaga shalat ashar secara khusus. Apabila seseorang dapat menjaga shalat wajibnya, maka dia akan mampu untuk menjaga seluruh bentuk ibadahnya kepada Allah Ta’ala.
Balasan bagi Orang yang Menjaga Shalat Ashar
Terdapat hadits khusus yang menyebutkan pahala bagi orang yang menjaga shalat ashar, yaitu mendapatkan pahala dua kali lipat dan tidak akan masuk ke neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«لَنْ يَلِجَ النَّارَ أَحَدٌ صَلَّى قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ، وَقَبْلَ غُرُوبِهَا»
“Tidak akan masuk neraka seorang pun yang mengerjakan shalat sebelum matahari terbit (yakni shalat subuh, pent.) dan sebelum matahari terbenam (yakni shalat ashar, pent.).”
Shalat wustha adalah shalat Ashar menurut pendapat yang kuat. Ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika
direpotkan oleh pasukan yang bersekutu pada perang Ahzab, "Mereka telah menyibukkan kita dari shalat Wustha (shalat Ashar)."
Terdapat Ancaman bagi Orang yang Meninggalkan Shalat Ashar. Di antara dalil yang menunjukkan pentingnya kedudukan shalat ashar adalah ancaman bahwa barangsiapa yang meninggalkannya, maka terhapuslah pahala amal yang telah dikerjakannya di hari tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَرَكَ صَلاَةَ الْعَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
“Barangsiapa yang meninggalkan shalat ashar, maka terhapuslah amalannya.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
«الَّذِي تَفُوتُهُ صَلَاةُ الْعَصْرِ، كَأَنَّمَا وُتِرَ أَهْلَهُ وَمَالَهُ»
“Orang yang terlewat (tidak mengerjakan) shalat ashar, seolah-olah dia telah kehilangan keluarga dan hartanya.”
والله أعلمُ بالـصـواب
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
Jazaakallahu khairan ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله atas waktu, ilmu, nasehat nya, semoga ilmu yang telah sampai kepada kami, Allah mudahkan untuk kami amalkan. Barokallahu fiikum.
✏️Notulen
Wellin Zarlin
Comments
Post a Comment