Hadiah Terbaik Untuk Mayit
✍🏻. *NOTULENSI KAJIAN KITAB NASHIHATILINNISA*
📚 Tema : "Hadiah Terbaik Untuk Mayit"
► Serial Nasehat Untuk Muslimah
I Kitab Nashihati Linnisa نصيحتي للنساء
| Sabtu, 20 Januari 2024
| Jam 05.30 - 06.30
🎙️Ustadzah Imroatul Azizah حفظها الله
Inspirator Muslimah
| Alumnus Daar El-Hadits Yaman
| Pimpinan Sekolah Alam Tahfizh Unggulan
http://bit.ly/satuofficial
﷽
Ustadzah membuka majelis dengan pujian kepada Allah, shalawat kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, muqodimah dan do'a-do'a.
🏷️ Doa memohon ilmu yg bermanfaat
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rizki yang halal dan amal yang diterima.
🏷️ Do’a dimudahkan segala urusan
رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي
[Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku” (QS. Thoha: 25-28).
Alhamdulillaahil-ladzii bini'matihi tatimmush-shoolihaat, kita diberikan kesempatan untuk duduk dimajelis ilmu.
Bersyukur kita diberikan nikmat untuk belajar, karena dengan ilmu kita bisa beramal. Semoga Allah istiqomahkan kita didalamnya. Semoga Allah menerima amal ibadah kita
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Ya Rabb kami terimalah dari (amalan kami), sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
📚 Tema : "Hadiah Terbaik Untuk Mayit"
📍Tanya Jawab Bagian Enam Belas :
Amalan-amalan apa saja yang bisa sampai kepada mayit?
↪️ Jawab:
Hendaklah kita mengetahui hal ini, amalan saja yang sampai kepada orang yang telah meninggal. Ketauhilah orang-orang yang telah meninggal dunia, mereka tidak bisa lagi berbuat amal sholih. Yang mereka harapkan yaitu hadiah amalan (amalan yang ada tuntunanya dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam) dari orang yang masih hidup.
Apa saja amalan yang bisa sampai kepada orang yang telah meninggal yaitu
1. Do'a
Mendoakan kebaikan untuk saudara muslim ini doa yang mustajab. Sebagaimana hadist
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ، عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Doa seorang muslim kepada saudaranya tan sepengetahuan saudaranya yang ia doakan iru mustajab. Di atas kepalanya akan ada malaikat yang ditugaskan setiap kali dia mendoakan baik untuk saudaranya malaikat yang ditugaskan itu akan berkata, “Aamin, semoga kamu juga mendapatkan demikian.” (HR. Muslim, no. 2733)
Jangan bosen mendoakan saudara muslim, karena doa tersebut kembali lagi kepada kita. Ada Malaikat yang mengaminkan.
Ingatlah al jaza’ min jinsil ‘amal, balasan sesuai dengan perbuatan. Kita berbuat baik maka akan kembali kepada diri kita.
Kemudian Allah Ta’ala berfirman Surat Al-Hasyr Ayat 10
وَٱلَّذِينَ جَآءُو مِنۢ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلْإِيمَٰنِ وَلَا تَجْعَلْ فِى قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang".
Mendoakan kebaikan untuk saudara muslim ini adalah amalan yang bisa kembali kepada diri kita.
2. Peninggalan amal sholeh.
Jika seseorang memiliki anak lalu kita ajarkan kebaikan dan jika datang kematian, anak-anak yang terus melakukan kebaikan setelah kita wafat ini amal yang terus mengalir kepada diri kita.
*Nasehat Ustadzah Imroatul Azizah حفظها الله*
*Jadilah founder-founder yang menanamkan kebaikan untuk orang lain.*
Terputus amalan kecuali tiga.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)
Milikilah tiga amalan yang kelak
mengalir untuk diri kita. Diantaranya
~Sedekah jariyah, seperti membangun masjid, menggali sumur.
~Kemudian Ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu syar’i (ilmu agama) yang ia ajarkan pada orang lain dan mereka terus amalkan, atau ia menulis buku agama yang bermanfaat dan terus dimanfaatkan setelah ia meninggal dunia.
~Anak yang sholeh karena anak sholeh. Hendaklah seseorang untuk memperhatikan pendidikan anak-anak mereka dalam hal agama, sehingga nantinya anak tersebut tumbuh menjadi anak sholeh. Lalu anak tersebut menjadi sebab, yaitu ortunya masih mendapatkan pahala meskipun ortunya sudah meninggal dunia.
3. Bershadaqah atas nama si mayit.
Menghadiahkan pahala sedekah untuk mayit termasuk praktik yang dibolehkan dan pahalanya bisa sampai kepada mayit. Di antara dalil tegas dalam masalah ini adalah hadis dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa ada seorang lelaki yang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ أُمِّيَ افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا وَلَمْ تُوصِ، وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ، أَفَلَهَا أَجْرٌ، إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ: «نَعَمْ تَصَدَّقْ عَنْهَا»
“Ibuku mati mendadak, sementara beliau belum berwasiat. Saya yakin, andaikan beliau sempat berbicara, beliau akan bersedekah. Apakah beliau akan mendapat aliran pahala, jika saya bersedekah atas nama beliau?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya. Bersedekahlah atas nama ibumu.” (HR. Bukhari 1388 dan Muslim 1004)
Boleh bersedekah untuk orang tua yang telah meninggal. Sebagaimana Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma :
أَنَّ سَعْـدَ بْنَ عُـبَـادَةَ -أَخَا بَـنِـيْ سَاعِدَةِ- تُـوُفّـِيَتْ أُمُّـهُ وَهُـوَ غَـائِـبٌ عَنْهَا، فَـقَالَ: يَـا رَسُوْلَ اللّٰـهِ! إِنَّ أُمّـِيْ تُـوُفّـِيَتْ، وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا، فَهَلْ يَنْـفَعُهَا إِنْ تَصَدَّقْتُ بِـشَـيْءٍ عَنْهَا؟ قَـالَ: نَـعَمْ، قَالَ: فَـإِنّـِيْ أُشْهِـدُكَ أَنَّ حَائِـطَ الْـمِخْـرَافِ صَدَقَـةٌ عَلَـيْـهَا.
Bahwasanya Sa’ad bin ‘Ubadah –saudara Bani Sa’idah– ditinggal mati oleh ibunya, sedangkan ia tidak berada bersamanya, maka ia bertanya, “Wahai Rasûlullâh! Sesungguhnya ibuku meninggal dunia, dan aku sedang tidak bersamanya. Apakah bermanfaat baginya apabila aku menyedekahkan sesuatu atas namanya?” Beliau menjawab, “Ya.” Dia berkata, “Sesungguhnya aku menjadikan engkau saksi bahwa kebun(ku) yang berbuah itu menjadi sedekah atas nama ibuku.
Dalil Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma :
أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ أُمّـِيْ افْـتُـلِـتَتْ نَـفْسُهَا (وَلَـمْ تُوْصِ) فَـأَظُنَّـهَا لَوْ تَـكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ، فَـهَلْ لَـهَا أَجْـرٌ إِنْ تَـصَدَّقْتُ عَنْهَا (وَلِـيْ أَجْـرٌ)؟ قَالَ: «نَعَمْ» (فَـتَـصَدَّقَ عَـنْـهَا).
Bahwasanya ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Sesungguhnya ibuku meninggal dunia secara tiba-tiba (dan tidak memberikan wasiat), dan aku mengira jika ia bisa berbicara maka ia akan bersedekah, maka apakah ia memperoleh pahala jika aku bersedekah atas namanya (dan aku pun mendapatkan pahala)? Beliau menjawab, “Ya, (maka bersedekahlah untuknya).”
Jika seseorang yang telah meninggal lalu ia memiliki hutang, maka segera dilunasi. Karena Urusan Orang yang Berhutang Masih Menggantung. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi no. 1078. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaiman Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi)
*Nasehat Ustadzah:*
Jangan bermudah-mudah untuk berhutang. Jika memiliki hutang dan sudah memiliki kemampuan untuk membayar maka segerakan. Jangan menunda membayar hutang.
Terkadang manusia terkalahkan dengan gaya hidup sampai-sampai berhutang.
Terkadang kebanyakan manusia lebih memikirkan bagaimana hidup dalam keadaan enak dibandingkan memikirkan bagaimana mati dalam keadaan enak.
Orang yang Berniat Tidak Mau Melunasi Hutang Akan Dihukumi Sebagai Pencuri. Dari Shuhaib Al Khoir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا رَجُلٍ يَدَيَّنُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِىَ اللَّهَ سَارِقًا
“Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah no. 2410. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shohih)
Status berhutang membuat pelakunya mendapatkan kehinaan di siang hari dan kegelisahan di malam hari
Umar bin Abdul Aziz berkata,
ﻭﺃﻭﺻﻴﻜﻢ ﺃﻥ ﻻ ﺗُﺪﺍﻳﻨﻮﺍ ﻭﻟﻮ ﻟﺒﺴﺘﻢ ﺍﻟﻌﺒﺎﺀ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﺪّﻳﻦ ﺫُﻝُّ ﺑﺎﻟﻨﻬﺎﺭ ﻭﻫﻢ ﺑﺎﻟﻠﻴﻞ، ﻓﺪﻋﻮﻩ ﺗﺴﻠﻢ ﻟﻜﻢ ﺃﻗﺪﺍﺭﻛﻢ ﻭﺃﻋﺮﺍﺿﻜﻢ ﻭﺗﺒﻖ ﻟﻜﻢ ﺍﻟﺤﺮﻣﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻣﺎ ﺑﻘﻴﺘﻢ
“Aku wasiatkan kepada kalian agar tidak berhutang, meskipun kalian merasakan kesulitan, karena sesungguhnya hutang adalah kehinaan di siang hari kesengsaraan di malam hari, tinggalkanlah ia, niscaya martabat dan harga diri kalian akan selamat, dan masih tersisa kemuliaan bagi kalian di tengah- tengah manusia selama kalian hidup
Bagi yang memang harus berhutang karena terpaksa dan darurat, tidak perlu terlalu khawatir karena jika memang terpaksa dan berniat benar-benar membayar, maka akan dibantu oleh Allah. Ancaman tersebut bagi orang yang punya harta dan ia berniat untuk tidak membayarnya.
hadits dari ‘Abdullah bin Ja’far, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الدَّائِنِ حَتَّى يَقْضِىَ دَيْنَهُ مَا لَمْ يَكُنْ فِيمَا يَكْرَهُ اللَّهُ
“Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berutang (yang ingin melunasi utangnya) sampai dia melunasi utang tersebut selama utang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah, no. 2409. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Dalam riwayat lainnya disebutkan pula hadits dari Maimunah, ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَخَذَ دَيْنًا وَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يُؤَدِّيَهُ أَعَانَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
“Siapa yang mengambil utangan, lantas ia bertekad untuk melunasinya, maka Allah akan menolongnya.” (HR. An-Nasa’i, no. 4691. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Jika meninggal dan membawa hutang, ia akan terhalang masuk surga meskipun mati syahid
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ رَجُلاً قُتِلَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيِىَ ثُمَّ قُتِلَ مَرَّتَيْنِ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ دَيْنُهُ
“Demi yang jiwaku ada ditanganNya, seandainya seorang laki-laki terbunuh di jalan Allah, kemudian dihidupkan lagi, lalu dia terbunuh lagi dua kali, dan dia masih punya hutang, maka dia tidak akan masuk surga sampai hutangnya itu dilunasi.”
Kembali pembahasan bolehnya bersedekah untuk mayit. Sebagaimana yang disebutkan dalam ash-Shahihain dari hadits 'Aisyah bahwa seorang laki-laki yang berkata kepada Nabi: "Ibuku meninggal secara mendadak, dan aku menduga seandainya ia sempat berbicara ia akan bershadaqah. Apakah ia akan memperoleh
pahala jika aku bershadaqah untuknya (atas namanya)?” Beliau menjawab: "Ya, benar."
Dalam hadis yang lain, dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, bahwa ibunya Sa’d bin Ubadah meninggal dunia, ketika Sa’d tidak ada di rumah. Sa’d berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا، أَيَنْفَعُهَا شَيْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا؟ قَالَ: «نَعَمْ»
“Wahai Rasulullah, ibuku meninggal dan ketika itu aku tidak hadir. Apakah dia mendapat aliran pahala jika aku bersedekah harta atas nama beliau?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” (HR. Bukhari 2756)
4. Apabila seseorang telah meninggal dan ia masih memiliki nadzar yang berupa ketaatan kepada Allah (ibadah), maka nadzar itu harus dilaksanakan dan pahalanya akan sampai kepada si mayit, sebagaimana dalam hadits
Ibnu Abbas : Ada seorang wanita yang sedang melakukan perjalanan di lautan lalu ia bernadzar, apabila Allah menyelamatkannya maka ia akan berpuasa satu bulan. Kemudian Allah menyelamatkannya, tetapi ia belum berpuasa hingga ajal menyemputnya.
Datanglah salah seorang kerabat dekatnya kepada Nabi dan menerangkan hal itu kepada beliau. Maka beliau bertanya kepadanya:
((أرأيت لو كان عليها دين كانت تقضيه؟ قالت: نعم، قال: فدين الله أحق أن يقضي، فاقضي عن أمك)).
Dan dalam ash-Sahihain, disebutkan bahwa Sa'd bin 'Ubadah meminta fatwa kepada Rasulullah, ia berkata: "Ibuku meninggal dunia dan ia masih mempunyai hutang nadzar." Maka
beliau bersabda: "Tunaikan nadzarnya."
*Nasehat Ustadzah*, jangan bermudah-mudah untuk bernadzar. Khawatir kita terhalang untuk menunaikan nadzar tersebut. Dan orang yang bernadzar termasuk orang yang pelit. Sebagaimana Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَنْذُرُوا فَإِنَّ النَّذْرَ لاَ يُغْنِى مِنَ الْقَدَرِ شَيْئًا وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ
“Janganlah bernazar. Karena nazar tidaklah bisa menolak takdir sedikit pun. Nazar hanyalah dikeluarkan dari orang yang pelit.” (HR. Muslim no. 1640)
Hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,
نَهَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – عَنِ النَّذْرِ قَالَ: إِنَّهُ لاَ يَرُدُّ شَيْئًا ، وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk bernazar, beliau bersabda: ‘Nazar sama sekali tidak bisa menolak sesuatu. Nazar hanyalah dikeluarkan dari orang yang pelit’.” (HR. Bukhari 6693 dan Muslim 1639)
Beramalah dengan amalan yang ada tuntunan nya dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam.
Bersedekah untuk mayit, Bersedekah yang ada tuntunan nya dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam. Adapun amalan yang tidak tercantum di dalam al-Qur'an dan as-Sunnah tentang pengkhususan ayat tersebut, maka perbuatannya itu merupakan bid'ah; seperti membaca al-Qur`an untuk si mayit, shalat yang diniatkan untuk si mayit selain shalat jenazah, karena Nabi bersabda:
((من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد)).
"Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal darinya, maka amalan tersebut tertolak."
(HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits 'Aisyah)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)
Sesungguhnya agama Islam ini telah sempurna. Semua bentuk ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala telah dituntunkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga tidak boleh ada pengurangan dan juga penambahan di dalamnya. Siapa yang menambahkan suatu ritual praktik ibadah yang tidak dituntunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka amalan tersebut tertolak. Tidak diterima di sisi Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. [رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ]
Dari Ummul Mu’minin Ummu ‘Abdillah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa mengada-adakan dalam urusan kami ini perkara yang tidak ada asalnya, maka hal itu tertolak.” (HR. Bukhari)
💬Maa syaa Allah
Adab yang patut kita tiru dari guru kita.
Ketika didalam majelis ilmu Ustadzah mendengar ada mobil ambulance yang melintas dijalan. Seketika Ustadzah mendoakan
Semoga sifulan fulanah yang sedang berada didalam ambulance, Allah berikan ampunan dan kebaikan.
Mendoakan kebaikan untuk saudara muslim ini doa yang mustajab. Sebagaimana hadist
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ، عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Doa seorang muslim kepada saudaranya tan sepengetahuan saudaranya yang ia doakan iru mustajab. Di atas kepalanya akan ada malaikat yang ditugaskan setiap kali dia mendoakan baik untuk saudaranya malaikat yang ditugaskan itu akan berkata, “Aamin, semoga kamu juga mendapatkan demikian.” (HR. Muslim, no. 2733)
Amalan yang Sampai pada Mayit yaitu Haji dan Umrah. Dalilnya dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,
أَمَرَتِ امْرَأَةُ سِنَانَ بْنِ سَلَمَةَ الْجُهَنِىِّ أَنْ يَسْأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّ أُمَّهَا مَاتَتْ وَلَمْ تَحُجَّ أَفَيُجْزِئُ عَنْ أُمِّهَا أَنْ تَحُجَّ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّهَا دَيْنٌ فَقَضَتْهُ عَنْهَا أَلَمْ يَكُنْ يُجْزِئُ عَنْهَا فَلْتَحُجَّ عَنْ أُمِّهَا ».
Istri Sinan bin Salamah Al Juhaniy meminta bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang ibunya yang meninggal dunia dan belum sempat menunaikan haji. Ia tanyakan apakah boleh ia menghajikan ibunya. “Iya, boleh. Seandainya ibunya punya utang, lalu ia lunasi utang tersebut, bukankah itu bermanfaat bagi ibunya?! Maka silakan ia hajikan ibunya”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (HR. An Nasai no. 2634, Ahmad 1: 217 dari hadits Abu At Tiyah, Ibnu Khuzaimah 3034, Sunan An Nasai Al Kubro 3613. Sanad hadits ini shahih kata Al Hafizh Abu Thohir).
Dalam riwayat lain,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَبِيهَا مَاتَ وَلَمْ يَحُجَّ قَالَ « حُجِّى عَنْ أَبِيكِ ».
Dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya seorang wanita pernah bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai ayahnya yang meninggal dunia dan belum berhaji, maka beliau bersabda, “Hajikanlah ayahmu.” (HR. Bukhari 1513 dan Muslim 1334, lafazhnya adalah dari An Nasai dalam sunannya no. 2635).
Begitu pula boleh mengumrohkan orang yang tidak mampu,
عَنْ أَبِى رَزِينٍ الْعُقَيْلِىِّ أَنَّهُ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبِى شَيْخٌ كَبِيرٌ لاَ يَسْتَطِيعُ الْحَجَّ وَلاَ الْعُمْرَةَ وَالظَّعْنَ. قَالَ « حُجَّ عَنْ أَبِيكَ وَاعْتَمِرْ ».
Dari Abu Rozin Al ‘Uqoili, ia berkata, “Wahai Rasulullah, ayahku sudah tua renta dan tidak mampu berhaji dan berumrah, serta tidak mampu melakukan perjalanan jauh.” Beliau bersabda, “Hajikan ayahmu dan berumrahlah untuknya pula.” (HR. An Nasai no. 2638, sanadnya shahih kata Al Hafizh Abu Thohir).
Yang membadalkan haji atau umrah diharuskan telah melakukan ibadah tersebut terlebih dahulu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ابْدَأْ بِنَفْسِكَ
“Mulailah dari dirimu sendiri.” (HR. Muslim no. 997).
Perbanyaklah doakan orang yang telah meninggal dunia. Setiap do’a kaum muslimin bagi setiap muslim akan bermanfaat bagi si mayit, baik dari anaknya, orang yang melakukan shalat jenazah untuknya, dan kaum muslimin secara umum. Dalilnya adalah keumuman firman Allah Ta’ala,
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”.” (QS. Al Hasyr: 10).
Ayat ini menunjukkan bahwa di antara bentuk kemanfaatan yang dapat diberikan oleh orang yang masih hidup kepada orang yang sudah meninggal dunia adalah do’a karena ayat ini mencakup umum, yaitu orang yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal dunia.
Salah seorang ulama Syafi’i, Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata mengenai firman Allah Ta’ala,
وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”,
ومن هذه الآية استنبط الشافعي ومن تبعه أن القراءة لا يصل إهداء ثوابها إلى الموتى ؛ لأنه ليس من عملهم ولا كسبهم ، ولهذا لم يندب إليه رسول الله صلى الله عليه وسلم أمته ولا حثهم عليه، ولا أرشدهم إليه بنص ولا إيماء ، ولم ينقل عن أحد من الصحابة رضي الله عنهم ، ولو كان خيراً لسبقونا إليه وباب القربات يقتصر فيه على النصوص ، ولا يتصرف فيه بأنواع الأقيسة والآراء ، فأما الدعاء والصدقة ، فذاك مجمع على وصولها ومنصوصٌ من الشارع عليها
Dari ayat ini Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa bacaan Qur’an tidak sampai pahalanya pada mayit karena bacaan tersebut bukan amalan si mayit dan bukan usahanya. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menganjurkan umatnya dan tidak memotivasi mereka untuk melakukan hal tersebut. Tidak ada nash (dalil) dan tidak ada bukti otentik yang memuat anjuran tersebut. Begitu pula tidak ada seorang sahabat Nabi -radhiyallahu ‘anhum- pun yang menukilkan ajaran tersebut pada kita. Law kaana khoiron la-sabaquna ilaih (Jika amalan tersebut baik, tentu para sahabat lebih dahulu melakukannya). Dalam masalah ibadah (qurobat) hanya terbatas pada dalil, tidak bisa dipakai analogi dan qiyas. Adapun amalan do’a dan sedekah, maka para ulama sepakat akan sampainya (bermanfaatnya) amalan tersebut dan didukung pula dengan dalil (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir, 13: 279).
Nasehat
Ustadzah Imroatul Azizah حفظها الله
Berbekalah, karena kelak kita akan dihisab sendirian. Ustadzah menyampaikan perkataan Ibnul Jauzy rahimahullah :
“Wahai anak Adam, ketahuilah bahwa engkau akan mati sendirian, dan juga akan masuk ke dalam kuburmu sendirian.. Engkau akan dibangkitkan sendirian, dan engkau pun akan dihisab sendirian.. Wahai anak Adam, jika seandainya seluruh manusia taat kepada Allah, sedangkan engkau bermaksiat, maka ketaatan mereka itu tidaklah memberikan manfaat kepadamu..” [ Bahrud Dumuu’ hal 81 ]
Ustadzah mengingatkan kembali,
Beramallah dengan apa yang ada tuntunanya dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam. Jangan sampai kita sudah lelah beramal lalu tidak diterima sebab menyelisihi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Jika suatu amalan tidak didasari dengan dalil yang shahih dari Al Qur’an dan hadits, maka amalan tersebut jadi sia-sia.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
Orang yang melakukan amalan tanpa tuntunan benar-benar merugi, amalannya sia-sia belaka dan tidak diterima. Dalam ayat Al Qur’an disebutkan,
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al Kahfi: 103-104)
Ibnu Mas’ud pernah berkata pada orang yang amalannya mengada-ada, tanpa pakai tuntunan padahal niatan orang tersebut benar-benar baik,
وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ
“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.” (HR. Ad Darimi 1: 79. Dikatakan oleh Husain Salim Asad bahwa sanad hadits ini jayyid)
Ini menjadi renungkan untuk kita semua, sebelum beramal tanyakan apakah amalan ini ada tuntunanya dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam, jika tidak ada maka tinggalkan.
Dan untuk mengetahui amalan apa saja yang ada tuntunanya maka penting untuk kita terus duduk dimajelis ilmu. Bermohonlah kepada Allah pertolongan dan keistiqomahan
والله أعلمُ بالـصـواب
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
Jazaakillahu khairan ustadzah Imroatul Azizah حفظها الله atas waktu, ilmu, nasehat nya, semoga ilmu yang telah sampai kepada kami, Allah mudahkan untuk kami amalkan. Barokallahu fiikum.
✏️Notulen
Wellin Zarlin
Comments
Post a Comment