Dzat Yang Memberikan Kecukupan
📚 *NOTULENSI KAJIAN FIKIH ASMAUL HUSNA*
📄 *Dzat Yang Memberikan Kecukupan*
📆 Jum'at, 26 Januari 2024
🕰️ 07. 00- 08.30 WIB
🎙️ Ustadz Rosyid Abu Rasyidah حفظه الله تعالى
📚 Bab "Dzat Yang Memberikan Kecukupan الحسيب ; Dzat Yang Maha Mencukupi الكافي"
Apakah nama ini الحسيب ; الكافي memiliki perbedaan ? Tidak kedua nama ini memiliki makna yang sama yaitu Dzat yang Memberikan Kecukupan.
▪︎ Al-Hasib;
Allah yang memberikan kecukupan, Allah yang mengetahui keadaan hamba-Nya, Allah Yang Maha Mencukupkan hamba-Nya segala keperluan agama dan dunia mereka; Yang memudahkan bagi mereka segala kebutuhan mereka; Yang menghindarkan mereka dari segala hal yang tidak mereka sukai. Allah Maha Mencukupi hamba-Nya dalam urusan dunia dan agamanya yang mereka butuhkan. Allahlah yang memudahkan setiap kebutuhan hamba-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
...وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ حَسِيبًا
".. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas." (QS. An-Nisa' [4]: 6)
أَلَيْسَ ٱللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُۥ ۖ وَيُخَوِّفُونَكَ بِٱلَّذِينَ مِن دُونِهِۦ ۚ وَمَن يُضْلِلِ ٱللَّهُ فَمَا لَهُۥ مِنْ هَادٍ
"Bukankah Allah yang mencukupi hamba-Nya? Mereka menakut-nakutimu dengan (sesembahan) yang selain Dia. Barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah maka tidak seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya." (QS. Az-Zumar [39]: 36)
▪︎ Al-Kafi artinya Yang memiliki kekuasaan untuk mencukupi segala keperluan penting para hamba-Nya. Kekuasaan untuk mencukupkan
seluruh keperluan hamba-hamba-Nya ini bersifat umum dan khusus.
Allah Ta’ala berfirman:
أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ
”Bukankah Allah yang mencukupi hamba-Nya?” (QS. Az-Zumar: 36)
Allah ‘Al Kaafi’ adalah Allah Maha Mencukupi seluruh hamba secara umum maupun khusus. Mencukupi secara umum maksudnya Allah mencukupi seluruh makhluk, mencukupi, memberi makan dan memberi minum pada mereka. Sedangkan secara khusus, Allah mencukupi setiap hamba yang bertawakkal, menyandarkan hati pada-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam ayat,
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya” (QS. Ath Tholaq: 3).
Allah mencukupi dengan kecukupan sempurna bagi yang bertawakkal kepada Allah.
Ketika Allah tidak memberikan kecukupan kepada hamba-Nya berarti Allah tidak lagi menjaga, mengawasi, maka hendaklah ini menjadi hal yang harus kita takuti jangan sampai Allah mengabaikan kita.
Para ulama mengatakan makna Al Hasib dengan penjabaran yang lebih detail. Syaikh As-Sa’di mengatakan makna Al hasib yaitu Allah Dzat yang Maha mengetahui keadaan hamba-Nya, Allah yang Maha mengetahui keadaan diri kita, orang lain baik itu orang mukmin maupun orang yang durhaka kepada Allah. Allah mengetahui apakah hamba penuh kebaikan atau keburukan. Termasuk juga Allah memberitakan kecukupan kepada hamba yang bertawakal, Allah berikan kecukupan kepada hamba yang berbuat baik ataupun hamba yang berbuat buruk, Allah mengetahui amalan hamba tersebut besar atau kecil.
Imam ibnul faris rahimahullah menjelaskan
Al hasib memiliki empat makna salah satunya Al kifayah atau Al kafi. Al hasib mengandung makna Al kafi sedangkan Al kafi tidak mengandung nama Al hasib.
Allah mengawasi, memperhitungkan, menjaga dan memberikan balasan bagi yang berbuat kebaikan ini adalah penjabaran dari firman Allah
... ومن يتوكل على الله فهو حسبه
"... Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya ...." (QS. Ath-Thalâq [65]: 3)
Makna فهو حسبه yaitu bagian dari sifat nama Allah al hasib. Allah akan mencukupkan dengan kecukupan yang sempurna bagi hamba yang bertawakkal kepada Allah.
Tidak mungkin Allah akan mencukupi jika Allah tidak menjaga. Tercukupi nya seorang hamba berarti Allah menjaga Nya. Allah adalah Dzat yang Maha menjaga, mencukupi, memelihara hamba-Nya, memperhitungkan amalan seorang hamba.
Jika seorang hamba memiliki pengorbanan yang luar biasa untuk syariat Allah maka tawakal dirinya akan diberikan Allah kecukupan dalam kehidupannya. Tapi ketika seseorang memiliki keraguan akan Allah tentu saja balasan yang akan ia terima Allah pun mengabaikan nya.
Sebagaimana firman Allah Surat Al-Anfal Ayat 64
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ حَسْبُكَ ٱللَّهُ وَمَنِ ٱتَّبَعَكَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ
Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam begitu totalitas dalam berdakwah, ketika Rasul berdakwah dithaif walaupun yang ia dapatkan hinaan. Allah ingatkan Rasulullah "Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu". Pertanyaan apakah perlindungan Allah kepada Nabi sama dengan perlindungan Allah kepada orang mukmin itu sama? Tentu saja tidak, perlindungan Allah kepada Nabi itu lebih besar dan sempurna.
Syaikh Abdurrazzaq menjelaskan Kecukupan yang Allah berikan kepada seorang hamba yaitu kecukupan yang umum dan kecukupan yang khusus. Allah memberikan kecukupan kepada seluruh makhluk yaitu Allah yang menciptakan, Allah yang mengadakan, mempersiapkan memberikan kecukupan kebutuhan hamba-Nya untuk beribadah kepada Allah.
Allah tidak hanya memberikan kesehatan kepada seluruh hamba-Nya yang sholat, puasa tapi Allah berikan pula kesehatan kepada hamba yang tidak sholat, kecukupan rejeki kepada hamba yang tidak terpikir untuk berangkat haji ini bentuk kecukupan yang Allah berikan kepada hamba-Nya yang bersifat umum.
Kecukupan yang khusus yaitu kecukupan yang Allah berikan kepada hamba bertawakal kepada Allah, hamba yang menyandarkan diri kepada Allah. Dan inilah yang Allah katakan didalam firman-Nya
... ومن يتوكل على الله فهو حسبه
"... Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya ...." (QS. Ath-Thalâq [65]: 3)
Kecukupan secara umum Allah berikan kepada hamba yang beriman maupun tidak beriman. Sedangkan kecukupan yang khusus yaitu kepada hamba bertawakal kepada Allah.
Kecukupan itu kebutuhan hamba, bukan keinginan hamba (gaya hidup).
Kecukupan yang Allah berikan bagi hamba yanh mau beribadah karena tujuan Allah ciptakan kita untuk beribadah kepada Allah. Allah –subhanahu wa ta’ala– telah berfirman di dalam Al Quran :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaku” (QS. Adz Dzariyat : 56)
Misal seorang hamba yang ia iktiar mau berangkat haji nabung bertahun-tahun maka Allah akan cukupkan keperluan nya. Tapi ada orang yang tidak berniat haji padahal ia diberikan kecukupan harta.
Jika hamba bertawakal maka Allah berikan kecukupan keperluannya.
Makna hasib dan al kafi memiliki makna yang luar biasa. Allah mencukupkan bagi hamba-Nya segala kebutuhan agama dan dunianya. Jika hamba-Nya bertawakal kepada
Rabbnya dengan sebenarnya; hatinya bersandar kepada Rabbnya itu dengan penyandaran yang kuat lagi sempurna dalam hal mendapatkan
kemaslahatannya dan menghindari bahaya, kuat keyakinannya serta berbaik sangka kepada Rabbnya, pasti ia akan mendapat kecukupan
yang sempurna dari Allah. Allah akan memperbaiki keadaaannya, meluruskan perkataan dan perbuatannya, serta akan menghilangkan keresahan dan kegundahan hatinya.
Jika seorang hamba bertawakal kepada Allah yakinlah Allah akan berikan kecukupan kepadanya. Apakah makna kecukupan ini bermakna kaya? Tidaklah demikian.
Bukan bermakna orang kaya itu diberikan kecukupan dan bukan pula makna orang miskin tidak diberikan kecukupan. Ada orang yang kaya tapi ia terus merasa kurang tapi ada orang yang miskin tapi ia merasa cukup. Jadi makna kecukupan ini bermula dari hati.
Perhatikan hadist Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Namun kaya (ghina’) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari no. 6446 dan Muslim no. 1051)
Kaya itu yaitu hati yang selalu merasa cukup.
Dalam riwayat Ibnu Hibban, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi nasehat berharga kepada sahabat Abu Dzar. Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata,
قَالَ لِي رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَا أَبَا ذَرّ أَتَرَى كَثْرَة الْمَال هُوَ الْغِنَى ؟ قُلْت : نَعَمْ . قَالَ : وَتَرَى قِلَّة الْمَال هُوَ الْفَقْر ؟ قُلْت : نَعَمْ يَا رَسُول اللَّه . قَالَ : إِنَّمَا الْغِنَى غِنَى الْقَلْب ، وَالْفَقْر فَقْر الْقَلْب
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku, “Wahai Abu Dzar, apakah engkau memandang bahwa banyaknya harta itulah yang disebut kaya (ghoni)?” “Betul,” jawab Abu Dzar. Beliau bertanya lagi, “Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta itu berarti fakir?” “Betul,” Abu Dzar menjawab dengan jawaban serupa. Lantas beliau pun bersabda, “Sesungguhnya yang namanya kaya (ghoni) adalah kayanya hati (hati yang selalu merasa cukup). Sedangkan fakir adalah fakirnya hati (hati yang selalu merasa tidak puas).” (HR. Ibnu Hibban)
Ada orang yang memiliki kekayaan yang melimpah tapi ia tidak pernah merasa cukup, dan ada pula orang yang jauh dari kaya tapi ia senantiasa merasa cukup, Allah lapangkan hatinya. Kaya yang sesungguhnya yaitu hati yang merasa cukup dengan pemberian Allah.
والله أعلمُ بالـصـواب
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
Jazaakallahu khairan ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله atas waktu, ilmu, nasehat nya, semoga ilmu yang telah sampai kepada kami, Allah mudahkan untuk kami amalkan. Barokallahu fiikum.
Notulen
✍🏻 Wellin Zarlin حفظها الله
Comments
Post a Comment